Deretan Model Pendobrak Pakem Fesyen
- chantellewinnie.com
VIVA.co.id - Sorot lampu menerangi panggung Madrid Fashion Week Fall/Winter, 6 Februari 2015. Musik dengan hentakan cepat menggema di seluruh ruangan. Satu per satu model ke luar. Percaya diri melangkah di atas catwalk. Penuh energik, mereka membawakan busana rancangan Desigual.
Di antara deretan model-model rupawan, mata para tamu terpatri pada satu sosok wanita. Tubuhnya semampai bak supermodel. Wajahnya pun tak kalah cantik. Namun, bisa dikatakan ia sedikit unik.
Winnie Harlow, seorang model pendobrak pakem fesyen. Kehadirannya di dunia mode meruntuhkan aturan tak baku bahwa model harus sempurna. Harlow sendiri memang berbeda. Warna kulit Chantelle yang bertelau-telau, membuat orang dengan kejam menjulukinya “zebra”.
Kulit wanita asal Kanada tersebut sebagian terang dan sebagian lagi gelap. Dalam istilah medis, kondisi ini disebut dengan vitilgo. Kelainan kulit itu pertama kali dialaminya di usia empat tahun.
“Orang memiliki kulit hitam, orang memiliki kulit cokelat, saya memiliki keduanya,” ucap Harlow.
“Ketika saya beranjak dewasa, hal ini semakin sulit karena saat anak-anak mulai dewasa mereka semakin kejam. Saya mengalami banyak bullying dan orang memanggil saya seperti zebra atau sapi.”
Meski mendapat perlakuan tak menyenangkan sejak masih belia, percaya diri Harlow tak surut. Harlow percaya bahwa kecantikan dari dalam diri dan tubuh rampingnya mampu mengantarkan dia menjadi supermodel internasional.
Mimpi itu tak sia-sia. Seorang jurnalis lokal di Toronto, Kanada, tertarik membagi kisah Harlow kepada khalayak pengguna YouTube. Saat itu terjadi, Harlow masih berusia 16 tahun.
Dalam waktu singkat, video mengenai Harlow ditonton lebih dari 150.000 kali. Media besar, seperti Daily Mail dan Access Hollywood terpikat. Mereka kompak menampilkan profil Harlow.
Nama Harlow melambung di jagat internet. Industri fesyen perlahan mulai melirik wanita kelahiran 27 Juli 1994 ini. Desainer, fotografer, dan runway director kini melihat potensi dan kecantikan pemilik nama asli Chantelle Young-Brown tersebut.
Winnie Harlow mengenakan busana Desigual dalam sebuah pemotretan. Foto: chantellewinnie.com
Pada tahun 2013, jalannya menjadi model profesional semakin terbuka lebar. Ia diminta menjadi salah satu kontestan dalam ajang America’s Next Top Model. Tak tanggung-tanggung, dalam acara pencarian model berbakat ini, Harlow mendapat dukungan dari supermodel Tyra Banks.
Ia memang urung jadi pemenang dalam kontes tersebut. Namun hal ini tak membuat pamor Harlow tenggelam. Ia justru dipercaya Ashish membawakan busananya dalam pekan mode dunia. Tepat bulan September 2014, Harlow melenggang di panggung London Fashion Week.
Aksinya sukses menyita perhatian. Media ramai-ramai memberitakan tentang Harlow. Jumlah pengagumnya terus merangkak naik di media sosial. Sekitar 430.000 orang menjadi follower sang model di Instagram.
Pencinta mode terus menanti kiprah gadis yang kini berusia 19 tahun tersebut. Terbaru, ia didapuk sebagai wajah baru label pakaian kasual di Spanyol, Desigual. Ia juga terlibat dalam kampanye label tersebut bertajuk Say Something Nice dan menjadi juru bicara tentang vitiligo.
“Saya menyukai diri saya. Dengan hal itu, kesempatan mulai jatuh ke pangkuan saya dan saya berterima kasih kepada Tuhan untuk semuanya. Cobalah mencintai dirimu sendiri,” ucap dia.
Moffy
Cerita lainnya datang dari Moffy. Wanita asal Inggris dengan tinggi 173 sentimeter. Sebagai model tentu ia berparas jelita. Namun, Moffy punya keunikan yang membedakannya dengan model lain.
Moffy mengalami gangguan visual yang disebut strabismus atau juling. Mata gadis belia ini tidak sinkron dan titik fokusnya menuju arah berbeda.
Moffy menapaki karier di dunia mode secara kebetulan. Gadis berambut cokelat tersebut direkomendasikan temannya kepada editor majalah POP. Ia pun diminta menjalani sesi pemotretan pada musim panas 2013.
Dalam sesi itu, Moffy mengenakan kaus timnas Inggris. Wajahnya terlihat memesona meski tak ada polesan make-up. Fotografer dan tim editorial sangat terkesan dengan hasil pemotretan. Mereka bahkan memutuskan untuk menaruh salah satu foto Moffy di sampul depan.
“Moffy tidak pernah difoto untuk majalah dan selalu menyenangkan bekerja dengan seseorang di mana ada ketidakpastian terhadap bagaimana hasilnya,” ujar Tyrone LeBon yang bekerja sama dengan Moffy untuk majalah POP.
Moffy dalam sebuah pemotretan. Foto: facebook.com/brunettemoffy/Jack Clark Photography
Setelah Moffy mengantongi kesuksesan dalam pemotretan pertamanya, banyak orang melabelinya sebagai "next big thing" dalam dunia model. Melihat potensi besar yang ada dalam Moffy, agensi model ternama Storm Models mengontraknya.
Daphne Selfe
Jika Harlow dan Moffy baru saja mencicipi dunia model maka lain halnya dengan Daphne Selfe. Ia sudah malang melintang di dunia modeling sejak tahun 1950-an.
Kini di usianya yang sudah menginjak 86 tahun, Selfe tetap eksis. Meski rambut telah memutih dan garis kerut menghiasi wajahnya, Selfe mampu berdiri tegak di antara pada supermodel muda. Kelebihan lainnya, ia menua dengan kecantikan alami.
"Saya tidak pernah melakukan sesuatu pada wajah saya," ujar wanita yang bergabung dalam agensi Models 1.
Selfe dibesarkan di Berkshire, Inggris. Anak dari seorang guru. Saat berusia 20 tahun, Selfe bekerja di sebuah pusat perbelanjaan. Ketika itu ia mengikuti kompetisi model yang diadakan majalah lokal dan sukses meraih juara. Tahun berikutnya, ia pun menjadi model sampul depan Reading Review.
Pada masa itu, kata dia, seluruh model harus menjalani pelatihan. Mulai dari bagaimana berjalan dan berdiri dengan elegan. Sementara itu karier modelingnya lebih banyak didominasi sebagai house model dan menjadi model iklan.
Pada tahun 1954, keputusan besar harus dibuat oleh Selfe. Ketika itu ia menikah dengan Jim, pria yang bekerja di stasiun televisi. Selfe harus memilih antara karier dan keluarga. Akhirnya, ia memilih keluarga. "Keluarga adalah nomor satu," ucapnya.
Setelah melahirkan tiga orang anak, tubuh Selfe berubah drastis. Ia tak punya waktu menjalani diet. Namun, tanpa perlu berusaha keras, bobot badannya susut 12 kilogram.
Ia pun berupaya kembali menjadi model. Hanya saja upaya ini tak berjalan mulus. Ia dianggap tak memiliki penampilan tepat sebagai model. Tak putus asa, Selfe mengambil pekerjaan sebagai pemain ekstra di film dan televisi. Ia juga beberapa kali menjadi model iklan.
Suami Selfe terserang stroke pada tahun 1993. Selfe merawat Jim hingga akhirnya sang suami menghembuskan napas terakhir pada 1997 di usia 72 tahun.
Satu tahun kemudian, Selfe diminta berjalan di atas catwalk untuk Red or Dead dalam ajang London Fashion Week. Inilah yang kemudian memberinya kesempatan emas untuk berkarier lagi di dunia model.
Seorang stylist memberi tahu Selfe bahwa majalah Vogue tengah mencari model untuk artikel mengenai bagaimana rasanya menjadi tua. Kesempatan ini tak disia-siakan Selfe.
"Sudah lama sejak saya berhenti bermimpi tampil di Vogue, tetapi pada tahun 1998, pada usia 70, itu terjadi!" ujar wanita asal Baldock, Hartfordshire ini.
Selfe masih terlihat cantik di usia senjanya dalam sebuah pemotretan majalah.
Keberuntungan datang bertubi-tubi pada Selfe. Saat pemotretan untuk majalah Vogue, seorang pencari bakat dari agensi Models 1 datang dan menawarkan kontrak.
Dalam waktu singkat, Selfe laris manis menjadi model. Ia keliling dunia, mulai dari Maroko, Afrika Selatan, Prancis, hingga Denmark. Wajahnya juga muncul di majalah Harper Bazaar dan Vanity Fair.
"Saya selalu melakukan yang terbaik untuk segalanya, tetap positif dan menjalani gaya hidup sehat," ujar Selfe.
Tess Holliday
Seperti dikatakan Harlow, "Cobalah mencintai dirimu sendiri." Hal ini pula yang dipraktikkan oleh Tess Holliday. Dia membuka tahun 2015 dengan menggegerkan dunia fesyen.
Stereotipe bahwa model harus kurus benar-benar dipatahkan oleh wanita yang sebelumnya bernama Tess Munster tersebut. Tubuh gempal Tess tak mampu menyembunyikan bakatnya sebagai model.
Berawal dari kegemaran Tess mengunggah foto di Instagram, ia kini menjelma sebagai model profesional di industri fesyen. Mulanya Tess hanya ingin berbagai ritual kecantikan dan kehidupannya lewat media sosial.
Namun, wajahnya yang cantik mengundang decak kagum para pengguna internet. Tak butuh waktu lama bagi Tess untuk memiliki follower hingga 475.000.
Yang unik memang selalu menarik. Tak heran, media sekelas Vogue Italia pun memuat artikel mengenai Tess. Puncaknya, pada 22 Januari 2015, ia dikontrak sebagai model oleh agensi MiLK Model Management.
Tess dinyatakan sebagai model plus-size pertama yang dikontrak oleh agensi tersebut. Biasanya model plus-size yang dikontrak memiliki ukuran delapan hingga 16. Namun, Tess memiliki ukuran 22.
Tess mengunggah foto di Instagram. Foto: instagram.com/tessholliday
Sayangnya, masih saja ada orang yang mencibir keberhasilan Tess. Mereka menilai bahwa Tess mempromosikan citra atau penampilan yang tak sehat. Namun, Tess menanggapinya dengan santai.
Ia menyatakan bahwa kesehatan merupakan keputusan personal setiap orang. "Hal tersebut merupakan pilihan mereka dan saya kira harus dihormati. Ada banyak alasan orang-orang yang mengalami kelebihan atau kekurangan berat badan. Kita semua berada di tempat yang berbeda dalam perjalanan kita," ujarnya.
Ia juga menanggapi kritikan pedas yang ditujukan padanya lewat Instagram. Tess mempertanyakan kenapa ada wanita yang marah hanya karena ia berbicara menjadi seseorang yang memandang tubuhnya positif.
Tess mengaku sudah banyak mengalami kejadian tak mengenakkan selama hidupnya. Ia mengaku pernah ditindas dan dipukul hanya gara-gara bentuk tubuhnya. Kesuksesan yang diraihnya saat ini, lanjut Tess, tak lepas dari kerja kerasnya.
"Saya adalah model profesional dan itu adalah bagian dari pekerjaan. Saya akan memperlihatkan seluruh sisi kehidupan saya," kata wanita asal Mississippi ini.
Sumber: Daily Mail, Huffington Post, StyleCaster
(umi)