Begini Cara Kerja Teknologi Prediksi Banjir Jakarta

Tim BPPT-BMKG jelaskan teknologi deteksi banjir di Jakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

VIVA.co.id - Peneliti telah banyak mengupas penyebab dan mencari upaya pencegahan banjir di Jakarta. Umumnya penelitian berfokus dengan metode hidrologi. Tapi Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemeneristekdikti), memilih penelitian dengan metode lain. 

Kini, dengan terobosan barunya, BBTMC bekerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sedang mengembangkan teknologi pengamatan atmosfer secara intensif atau Intensive Observatorium Period (IOP) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
 
Kepala Bidang Pengkajian dan Penerapan TMC, Tri Handoko Seto menyebut, IOP merupakan teknologi, yang tujuan utamanya adalah mendeteksi apa yang terjadi atmosfer dan kemudian menimbulkan terjadi hujan besar dan berdampak banjir.
 
“Jadi kita ingin melihat, mengetahui secara detail, apa yang terjadi di atmosfer di Jabodetabek, sehingga terjadi hujan besar, terjadi banjir,” ujar Handoko kepada VIVA.co.id, di Gedung BBTMC, Serpong, Tangerang Selatan, Selasa 19 Januari 2016.
 
Ia pun menjelaskan, secara runut, bagaimana fungsi dan alat-alat deteksi yang digunakan pada IOP. Pertama, Radiosonde dan Radiometer, merupakan alat yang berfungsi untuk mendeteksi mekanisme pembentukan awan. Kedua alat tersebut, disandingkan secara bersamaan. Handoko mengatakan, alat tersebut terbatas, mengingat harganya yang sangat mahal.
 
“Kita akan sandingkan dua alat itu, Radiosonde kita luncurkan, itu (Radiometer) kita pasang, sehingga muncul kira-kira korelasi kedua alat seberapa, setelah tahu kondisi atmosfer, maka kita akan menghitung prediksi, kira-kira besok atau lusa, curah hujan di Jabodetabek seberapa besar, apakah itu akan berbahaya bagi Jakarta dan sekitarnya,” jelas Handoko.
 
Radiosonde, merupakan sebuah alat yang memiliki balon. Balon itulah yang kemudian dilepaskan ke angkasa, guna mendeteksi awan. Lalu, pengukuran parameter atmosfer, seperti suhu, tekanan dan kelembaban udara dibantu oleh Radiometer.
 
Balon Radisonde akan dilepas sebanyak empat kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 13.00, 19.00 dan 01.00.

“Ketinggian balon Radiosonde, antara 10 kilometer sampai 16 kilometer,” kata Handoko.
 
Setelah diketahui, 24 atau 48 jam ke depan memang akan terjadi potensi hujan besar. Maka, Mobile Radar berfungsi memantau menit per menit, prediksi dari Radiosonde dan Radiometer.
 
"Apakah prediksi kita benar,” jelasnya.

Peringatan dini

Kemudian, Mobile Rain Radar, akan digunakan untuk melihat distribusi hujan dari ketinggian 7 ribu meter sampai ke bawah. Distribusi hujan dikatakan menjadi poros penting untuk memberikan gambaran aliran air di daratan.
 
“Jadi hujan tidak hanya kita lihat di permukaan, tapi juga sampai ke atas,” katanya.
 
Handoko mengatakan sebelum terjadi hujan besar, tim akan memasang Mobile Rain Radar. Alat ini akan menjadi patokan untuk memberikan peringatan dini.

"Kita akan lakukan early warning, kita sampaikan email secara otomatis kepada stakeholder, bahwa akan terjadi hujan besar di atas Jabodetabek. Oleh karena itu, hati-hati, pada daerah ini, ketinggian ini,” tuturnya.
 
Diberitakan sebelumnya, IOP sudah dimulai dipakai sejak Senin 18 Januari 2016 dan berlangsung hingga satu bulan ke depan, yaitu 16 Februari 2016.