Pemerintah Diminta Tindak Uber dan Grab karena Langgar UU

Ilustrasi taksi Uber
Sumber :
  • REUTERS/Kai Pfaffenbach
VIVA.co.id - Kehadiran transportasi berbasis aplikasi online, seperti Uber dan GrabCar semakin memanas. Selain menimbulkan kekisruhan beberapa waktu lalu, kehadiran dua perusahaan ini pun dianggap berpotensi merugikan negara.

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, pada Kamis, 17 Maret 2016, mengatakan Uber dan GrabCar sejatinya telah melanggar ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Dalam ketentuan perundang-undangan tersebut, setiap transportasi yang beroperasi di Indonesia diharuskan untuk membayar pajak kepada pemerintah. 

Namun, Uber dan GrabCar sampai saat ini tidak memenuhi kewajibannya. Padahal, ada potensi penerimaan pajak yang cukup besar.

"Banyak potensi penerimaan pajak. Tetapi, jika persoalan ini tidak diatur oleh negara, bisa chaos," ujar Agus kepada VIVA.co.id.

Dengan kondisi ini, artinya Uber maupun GrabCar telah menentang ketentuan UU yang berlaku. Pemerintah, kata Agus, seharusnya sudah menindak tegas kehadiran kedua perusahaan ini. 

Namun, paparnya, pada kenyataannya, ada dukungan lebih yang berasal dari level tertinggi. 

"Susahnya, ini diamini oleh Presiden Jokowi. Di belakang mereka itu ada venture capitalist. Orang-orang itu ada di sekitar Presiden. Susah," tegasnya.

Oleh karena itu, Agus meminta agar Presiden Joko Widodo tetap mengacu pada ketentuan UU yang berlaku, meskipun posisi Presiden memang memiliki peran sentral dalam menentukan suatu kebijakan. 

"Presiden harus tetap mengacu pada UU, tidak boleh tidak," lanjut Agus. (ren)