Tarif Tax Amnesty Diusulkan Bisa Capai Delapan Persen

Rapat pembahasan Tax Amnesty
Sumber :
  • Chandra G Asmara / VIVA.co.id

VIVA.co.id – Tarif tebusan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang saat ini masih digodok di tingkat panitia kerja dianggap masih terlalu rendah. Melihat potensi dana dari para wajib pajak yang bergentayangan di luar negeri, pengenaan tarif tersebut dinilai tidak akan memaksimalkan pembangunan ekonomi nasional.

Ketua Panja Rancangan Undang-Undang pengampunan pajak, Soepriyatno mengungkapkan, pemerintah dan parlemen dalam rapat selanjutnya akan mulai melakukan pembahasan secara komprehensif terkait tarif tebusan yang akan dikenakan bagi para calon peserta tax amnesty.

“Kami masih membicarakan sesuai dengan surat Presiden. Belum. (Akan dibahas) itu baru Senin nanti,” kata Soepriyatno saat ditemui di gedung parlemen Jakarta, Kamis 26 Mei 2016.

Soepriyatno menjelaskan, pemerintah dan parlemen saat ini masih menggodok mekanisme pengenaan tarif tebusan yang tepat untuk dana yang dideklarasikan atau direpatriasi oleh wajib pajak. Intinya, ditegaskan dia, tarif tersebut harus kompetitif.

“Kalau melihat negara lain, itu ada (yang mengenakan tarif tax amnesty) 2,5 persen, lima persen, atau bahkan enam sampai delapan persen. Kami akan lihat dulu,” ujar dia.

Terkait kabar yang menyebutkan bahwa pemerintah telah mengusulkan perubahan tarif tebusan baru, politikus partai Gerindra itu mengakui hal itu belum menjadi pokok pembahasan utama. Namun ia menegaskan, tarif yang nantinya akan dikenakan akan memiliki dampak berkelanjutan bagi ekonomi nasional.

“(Dana di luar negeri) itu duit kita. Masa dimanfaatkan negara lain. Dari pada utang, lebih baik uangnya masuk ke Indonesia. Kami akan lihat mana (tarif) yang paling kompetitif.” 

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi mengaku telah mengajukan perubahan tarif tebusan untuk kebijakan tax amnesty. Perubahan tarif tebusan tax amnesty diajukan saat payung hukum tersebut digodok bersama di tingkat panitia kerja secara tertutup di parlemen pada Selasa kemarin, 24 Mei 2016.

(mus)