Syarat Perpanjang Tarif Murah Tax Amnesty

Konsultasi tax amnesty di Jakarta
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside

VIVA.co.id – Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, mengingatkan periode pertama program kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty akan berakhir di penghujung September 2016. Aturan-aturan yang tercantum dalam peraturan pelaksanaan Undang-undang Pengampunan Pajak mulai disesuaikan dengan implementasi di lapangan.

Misalnya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016 tentang Special Purpose Vehicle. Dalam aturan tersebut, setiap perusahaan cangkang yang dimiliki para Wajib Pajak di luar negeri, harus terlebih dahulu membubarkan atau melepas hak kepemilikan SPV apabila ingin mengikuti tax amnesty.

Namun, dalam waktu dekat pemerintah akan mengubah peraturan tersebut, agar para WP tidak perlu lagi membubarkan, atau melepas hak kepemilikan SPV jika ingin mengikuti tax amnesty. Selang beberapa hari, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun berencana semakin melunakan aturan itu,

Yakni, memberikan kemudahan bagi para WP,  yang masih ingin menikmati tarif terendah periode pertama tax amnesty. Kemudahan tersebut perpanjangan masa administrasi berupa rincian daftar harta dan utang pada Surat Pernyataan Harta (SPH), beserta penyampaian dokumen yang dipersyaratkan hingga akhir Desember 2016.

Lantas, apa sebenarnya alasan utama pemerintah melunakan aturan-aturan tax amnesty?

“WP (Wajib Pajak) besar banyak kesulitan-kesulitan. Kemudian mereka berniat untuk ikut tax amnesty. Mereka berpotensi akan melakukan repatriasi (memulangkan asetnya ke dalam negeri),” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama, di kantor Kementerian Keuangan, Jumat malam, 23 September 2016.

Hestu menjelaskan, perpanjangan administrasi dan perubahan aturan SPV memang dikhususkan bagi para pengusaha kelas kakap yang ingin berpartisipasi dalam program tax amensty. Sehingga, aturan-aturan yang diterbitkan mampu mengakomodir seluruh kebutuhan para peserta kebijakan tersebut.

Menurut Hestu, upaya pelonggaran kebijakan ini sama sekali bukan bentuk upaya pemerintah untuk menggenjot target penerimaan, maupun target dari uang tebusan tax amnesty yang dipatok sebesar Rp165 triliun. Melainkan, lebih kepada repatriasi untuk membangun perekonomian nasional.

“Misalnya ada uang triliunan masuk ke Indonesia, ini melebihi target (Rp165 triliun). Jauh lebih besar. Perekonomian bisa lebih baik, mengurangi pengangguran, itu tujuan utama tax amnesty,” katanya.

Otoritas pajak, ditegaskan Hestu, saat ini tidak hanya terpaku pada target uang tebusan, maupun berapa kontribusi tax amnesty terhadap penerimaan. Sebab, sasaran utama program tersebut, memang adalah untuk memulangkan dana-dana para warga negara Indonesia yang selama ini disimpan di luar negeri.

“Penerimaan pajak itu dalam UU ada di poin ketiga. Nomor dua, itu perluasan basis pajak ke depan. Ini bisa menjadi awal reformasi perpajakan. Sasaran utama itu justru repatriasi aset,” ungkapnya.

 

(ren)