Pemberantasan Terorisme Tidak Bisa Dilakukan Satu Lembaga

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafi’i
Sumber :

VIVA.co.id – Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafi’i mengatakan bahwa pemberantasan terorisme di republik ini tidak mungkin berhasil jika hanya dilakukan oleh satu lembaga saja. Untuk itu keterlibatan pihak-pihak lain sangat diperlukan agar republik ini benar-benar bebas dari aksi terorisme.

“Omong kosong kalau kita tidak libatkan semua pihak untuk memberantas terorisme. Sekarang melibatkan semua stakeholder, 17 kementerian dan lembaga yang dilibatkan,” kata Syafi’i saat diskusi di Media Center DPR RI, Selasa, 18 Oktober 2016.

Tentara Nasional Indonesia (TNI), lanjut Syafi’i, salah satu lembaga yang dinilai mempunyai kompetensi untuk turut serta menjaga republik ini dari aksi terorisme.

Salah satu bukti yang telah dirasakan masyarakat republik ini adalah ketika TNI berhasil menyergap Santoso, salah satu gembong teror di Poso, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.

“Ini memang dimungkinkan. TNI selain perang juga melindungi negara dari serangan teroris, dibutuhkan sinergitas. Tentu dalam ranah polisi kita anggap tidak ahli, seperti di Poso,” ujarnya.

Untuk melibatkan TNI dalam memberantas teroris di republik ini, sambung Syafi’i, dibutuhkan payung hukum yang maksimal. Untuk itu, pihaknya sedang memproses usulan perubahan undang-undang terorisme yang sudah ada saat ini.

“RUU teroris ini berasal dari pemerintah untuk menggantikan undang-undang yang tahun 2003,” kata Syafi’i.

Ada beberapa hal yang dimungkinkan terjadi pada perubahan tersebut. Salah satu yang menurut Syafi’i menarik adalah disepakati hadirnya lembaga pengawasan terhadap upaya pemberantasan terorisme itu sendiri.

“Dalam undang-undang ini dibentuk dewan pengawas. Sehingga kerjanya benar-benar profesional dalam memberantas teroris,” kata politisi Gerindra ini.

Selain itu, Syafi’i juga mengatakan bahwa disepakati penetapan terlebih dahulu kejelasan istilah teroris. Dengan adanya ketetapan tentang istilah tersebut, diharapkan tidak akan ada lagi kesalahan dalam penindakan oleh aparat terkait di lapangan.

“Disepakati harus adanya pengertian teroris itu apa, harus jelas dulu definisi teroris itu apa,” ujarnya.   (webtorial)