Nunggak Pajak Puluhan Miliar, Pengusaha Papua di Sandera

Gedung Direktorat Jenderal Pajak
Sumber :
  • panoramio

VIVA.co.id – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian hari ini melakukan penyanderaan atau gijzeling wajib pajak di Papua. Tidak tanggung-tanggung tunggakan pajaknya mencapai puluhan miliar rupiah. 

Penyanderaan itu dilakukan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Papua dan Maluku dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jayapura, bekerja sama dengan Badan Intelejen Negara Daerah Papua, Kepolisian Daerah Papua, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua, dan  Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Abepura,

Berdasarkan keterangan resmi Ditjen Pajak, Kamis 19 Januari 2017, wajib pajak yang disandera berasal dari PT. TS yang terdaftar di KPP Pratama Jayapura, berinisial RW (pria, 60 tahun). RW disandera berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan oleh KPP Jayapura. 

PT. TS bergerak dibidang Perdagangan Besar (barang-barang konsumsi) dan mempunyai saldo utang pajak senilai Rp41.25 miliar. Tersandera RW saat ini dititipkan di Lapas Abepura Jayapura untuk jangka waktu enam bulan ke depan.
 
Penyanderaan atas Penanggung Pajak tersandera RW ini dilakukan juga berdasarkan Surat Izin Penyanderaan dari Menteri Keuangan Nomor: SR-911/MK.03/2016 tanggal 27Desember 2016. Kegiatan penyanderaan dilaksanakan mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang dan Tata Cara Penyanderaan, Rehabilitasi Nama Baik Penanggung Pajak, dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Penagihan Pajak dangan Surat Paksa.

Dimana dinyatakan dalam pasal 1 ayat 1 Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan dangan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. 

Sedangkan pada pasal 1 ayat 4 disebutkan penyanderaan merupakan pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya ditempat tertentu. Penyanderaan dapat dilakukan apabila Penanggung Pajak memiliki utang pajak minimal Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya.
 
Diharapkan dengan upaya penyanderaan ini, penanggung pajak dapat segera melunasi utang pajaknya dan dapat menjadi efek jera bagi para penanggung pajak lainnya. Penanggung pajak dapat dilepas dari penyanderaan apabila memenuhi kondisi–kondisi sesuai pasal 10 ayat 1. Yaitu, jika utang pajak dan biaya penagihan pajak dibayar lunas, dan jangka waktu yang ditetapkan dalam surat perintah penyanderaan telah dipenuhi.  

Kemudian, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pertimbangan tertentu dari menteri keuangan atau gubernur. Sehubungan dengan adanya Amnesti Pajak, penanggung pajak juga dapat dilepas dari penyanderaan apabila PT. TS menyatakan memilih untuk ikut Amnesti Pajak dengan membayar uang tebusan dan pokok utang pajaknya.
 
Kepala Kanwil DJP Papua dan Maluku, Eka Sila Kusna Jaya, menjelaskan bahwa walaupun pasal 7 dan pasal 10 PP No 137 Tahun 2000 menyebutkan bahwa, penyanderaan dilakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama- lamanya enam bulan. Namun,  jika utang pajak dan biaya penagihan pajak sudah dilunasi maka tersandera dapat langsung dibebaskan.