Keberatan Publik Jadi Alasan Revisi Intip Saldo Rekening 

Kantor Ditjen Pajak di Jakarta.
Sumber :
  • REUTERS/Iqro Rinaldi

VIVA.co.id – Center for Indonesia Taxation Analysis memandang keputusan untuk merevisi batas saldo minimum rekening keuangan yang wajib dilaporkan lembaga keuangan secara berkala ke Direktorat Jenderal Pajak, dari yang sebelumya Rp200 juta menjadi Rp1 miliar merupakan keputusan yang tepat.

Direktur Eksekutif CITA, Yustinus Prastowo, menilai, batasan yang sebelumnya ditetapkan oleh pemerintah terkesan menyasar kaum kelas menengah. Dengan peningkatan batas saldo minimum rekening keuangan, tentu keputusan tersebut bisa menghindari kesan meredam kaum kelas menengah.

“Saya kira (batasan saldo minimum yang wajib dilaporkan lembaga keuangan ke Ditjen Pajak) sudah sesuai. Ini merespons keberatan publik,” kata Prastowo melalui pesan singkatnya kepada VIVA.co.id, Jakarta, Kamis 8 Juni 2017.

Prastowo tak memungkiri, potensi bagi nasabah untuk memecah rekeningnya demi menghindar dari kewajiban perpajakan bisa saja dilakukan. Namun, menurutnya, dengan besaran tersebut, pemerintah bisa jauh lebih mudah menjaring para wajib pajak yang berencana melakukan tindakan tak terpuji itu.

Terlepas dari hal itu, keputusan bendahara negara merevisi aturan itu di tengah jalan dikhawatirkan memengaruhi kredibilitas pemerintah yang selama ini ditekankan. Keputusan tersebut diharapkan tidak memberikan pengaruh pada proses pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2017.

“Saya sepakat, perlu adanya kehati-hatian dalam perencanaan,” katanya.

Sebagai informasi, dengan perubahan ini, maka jumlah rekening yang wajib dilaporkan adalah sekitar 496 ribu rekening, atau 0,25 persen dari keseluruhan rekening yang ada di perbankan saat ini. 

Sebelumnya, dengan menggunakan batasan saldo minimum Rp200 juta, jumlah rekening yang wajib dilaporkan sebanyak 2,3 juta rekening, atau 0,14 persen dari total rekening yang ada. (one)