Kata Konsumen dan Produsen soal Aturan Baru Label Susu Kental Manis

Pedagang menunjukkan produk susu kental manis kemasan yang dijual
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM telah resmi menerbitkan Peraturan Kepala (Perka) BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Produk Pangan Olahan yang merupakan revisi dari Peraturan BPOM Nomor 27 tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan. 

Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, peraturan baru tersebut dinilai telah melindungi kepentingan konsumen dan produsen, termasuk susu kental manis (SKM). Sejumlah ketentuan dalam aturan itu pun dinilai telah memberikan perlindungan kepada konsumen untuk mendapatkan produk sesuai kebutuhan. 

"Secara umum, YLKI mendukung terbitnya Perka BPOM yang baru," kata Sudaryatmo dikutip dari keterangan resminya, Sabtu 27 Oktober 2018. 

Sudaryatmo menjelaskan, peraturan tersebut dinilai dapat memenuhi salah satu hak dasar konsumen, yakni memperoleh informasi. Sebab selama ini, terdapat kesenjangan informasi tentang produk.

Perka BPOM 31/2018 juga semakin memantapkan posisi SKM sebagai salah satu produk susu. Khusus label SKM, produsen wajib mencantumkan keterangan bahwa SKM tidak untuk menggantikan air susu ibu (ASI) tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan, serta tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya sumber gizi. 

Sebagai informasi, penerbitan Perka BPOM Nomor 31/2018 sekaligus menggugurkan Surat Edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya yang dikeluarkan pada 22 Mei 2018. 

Edaran tersebut berisikan berbagai ketentuan mengenai label dan iklan susu kental manis. Setelah Perka BPOM terbit maka surat edaran tersebut sudah tidak berlaku lagi.

"Perlu transparansi produk pangan olahan sehingga konsumen dapat informasi utuh dan jadi bahan pertimbangan saat memilih," imbuh Sudaryatmo.

Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengapresiasi langkah BPOM yang telah menerbitkan aturan ini. Perka ini dinilai telah menyatukan berbagai aturan yang tercecer menjadi satu aturan yang baik. 

"Pelaku usaha siap menaati aturan BPOM dan membuat label sesuai ketentuan-ketentuan yang ditetapkan," kata Adhi. 

Pelaku industri diberikan masa tenggang selama 30 bulan setelah aturan terbit untuk melakukan penyesuaian. Dalam pelaksanaannya, apabila terdapat hal yang perlu disempurnakan dalam Perka BPOM, Adhi berharap ada regulatory assessment yang dilakukan bersama. 

"Ini sangat penting karena akhir-akhir ini ada hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dan menghabiskan energi, padahal sebenarnya ada banyak hal yang bisa kita lakukan bersama," tambahnya.
   
Adhi pun mengapresiasi sikap BPOM yang semakin terbuka dengan semua pemangku kepentingan produk pangan olahan. Komunikasi yang baik dapat menjadi kunci kesuksesan bersama bagi produsen maupun konsumen. 

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo juga menilai, peraturan yang baru telah memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha maupun konsumen. Apalagi, sempat terjadi polemik di masyarakat terkait produk pangan olahan. 

"Ini awal yang baik untuk BPOM agar bekerja lebih baik sehingga industri dapat keuntungan dan masyarakat memperoleh pelayanan informasi yang lebih baik," singkatnya.