Berapa Peluang Relokasi Investasi China ke RI, Begini Kata Indef

Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Adinda PR

VIVA – Perang perdagangan antara China dengan Amerika Serikat, yang terus terjadi saat ini diperkirakan bakal memberikan angin segar bagi Indonesia maupun negara ASEAN lainnya. Hal itu disebabkan, pelaku usaha domestik China sudah mulai ancang-ancang melakukan relokasi industri ke negara-negara kawasan.

Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengaku memang potensi besar itu menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk memanfaatkan kondisi perang perdagangan untuk mendorong perekonomian domestik.

Namun, ia melanjutkan, potensi adanya relokasi investasi tersebut sangat kecil atau diperkirakan hanya bisa masuk sebesar 0,011 persen.

"Nilai investasi di Indonesia, hanya akan bertambah sebesar 0,011 persen. Alasannya, investor AS maupun di Tiongkok, akan lebih memilih negara tetangga untuk berinvestasi," kata Enny dalam diskusi Indef di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu 28 November 2018.

Enny beranggapan, nilai investasi yang berpotensi kecil itu akibat dari kemudahan investasi Indonesia yang tidak memiliki daya saing dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

"Namun demikian, limpahan investasi tersebut kurang nendang bagi Indonesia, karena kalah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Peringkat daya saing Indonesia pada 2018, berada pada posisi 45, jauh dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand," tambahnya.

Karena itu, dia mengusulkan, strategi utama yang perlu dilakukan untuk memanfaatkan kondisi perang perdagangan itu salah satunya, Indonesia perlu melakukan ekspansi pasar dan penguatan pasar regional dengan perluasan pasar ke negara-negara dagang non tradisional seperti Afrika dan Eropa Timur serta negara-negara yang teridentifikasi terdampak perang dagang. 

"Indonesia bisa menjadi penyuplai barang substitusi bagi negara tujuan ekspor," papar dia.

Selain itu, penguatan pasar regional dengan pemberian nilai tambah yang tinggi kepada produk-produk ekspor tujuan Asia Tenggara, dikatakannya, juga terus dilakukan. Di samping, pemberian fasilitas pembiayaan, peminjaman, dan asuransi misalnya penurunan atau pembebasan bea keluar/ekspor.

Kemudian, lanjut dia, kebijakan pengendalian impor dengan cara menaikkan tarif bea masuk impor produk yang berdampak besar terhadap neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan perlu dipertegas. Sambil, memberikan insentif fiskal dengan memberi peluang bagi industri dalam negeri melalui kebijakan perpajakan yang memberikan kepastian, keamanan, dan kenyamanan.

"Dalam jangka panjang, pemerintah terus mengusahakan pembangunan infrastruktur yang tepat sasaran. Tujuan utamanya adalah menjadikan barang Indonesia lebih kompetitif. Logistik Indonesia masih kalah jauh, ranking 46, dibanding negara ASEAN lainnya," tegas dia. (asp)