Pertamina Olah Kelapa Sawit Jadi BBM Setara Pertamax

Buruh memuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di areal perkebunan sawit
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Jojon

VIVA – PT Pertamina (Persero) kini tengah mengembangkan bahan bakar berbasis kelapa sawit, green gasoline, yang hasilnya setara dengan Pertamax beroktan 92. Saat ini, penerapannya sudah dilakukan di Kilang Refinary Unit III Plaju.

Rencananya, kilang eksisting lainnya, yakni Refinary Unit IV Cilacap, Refinary Unit II Dumai, dan Refinary Unit VI Balongan, juga akan memproduksi bahan bakar dengan komponen sawit. Caranya, melalui teknologi co-processing dengan menginjeksikan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), atau  jenis crude palm oil yang telah diolah dan dibersihkan getah, serta baunya ke minyak fosil.  

Uji coba pertama dilakukan di fasilitas Residue Fluid Catalytic Cracking Unit (RFCCU) yang berada di kilang Pertamina Plaju, berkapasitas 20 Million Barel Steam Per Day (MBSD). Dengan base oktan 90,3 dilakukan injeksi RBDPO sebanyak lima persen, hasilnya gasoline dengan kadar oktan 90,7 persen. Uji coba kedua menginjeksikan RBDPO sebanyak 7,5 persen dan hasilnya gasoline berkadar oktan 91,3.

"Dengan hasil seperti ini, kami yakin. Proyeksi ke depan dengan menambahkan 10 persen RBDPO bisa menghasilkan gasoline dengan kadar oktan 91,6, dan suntikan 12,5 persen akan menghasilkan gasoline atau setara Pertamax berkadar oktan 92," kata Direktur Pengolahan Pertamina Budi Santoso Syarif dalam pemaparannya saat diskusi di Jakarta, Kamis 27 Desember 2018.

Pencampuran langsung CPO dengan bahan bakar fosil di kilang ini secara teknis, kata Budi, lebih sempurna dengan proses kimia, sehingga menghasilkan bahan bakar bensin dengan kualitas lebih tinggi, karena nilai oktan mengalami peningkatan.

Menurutnya, implementasi co-processing tersebut telah menghasilkan Green Gasoline Octane 90 sebanyak 405 MB/Bulan atau setara  64.500 Kilo Liter/Bulan dan produksi green LPG sebanyak 11 ribu ton per bulan.

"Upaya ini sangat mendukung pemerintah dalam mengurangi penggunaan devisa, di mana Pertamina bisa menghemat impor crude sebesar 7,36 ribu barel per hari atau dalam setahun menghemat hingga US$ 160 juta,” katanya.

Kilang Cilacap

Untuk Kilang Cilacap, Budi menuturkan, akan dimulai pada kuartal kedua 2019. Di mana co-processing akan dilakukan Unit TDHT dengan injeksi kernel oil sebesar 20-25 persen dari volume of feed untuk menghasilkan green avtur.

"Tapi untuk Cilacap, kita masih menunggu suplai RBDPO. Sedangkan Balongan, masih kita evaluasi jettynya. Di Plaju lebih mudah, karena ada tangki yang dimodifikasi untuk menampung RBDPO. Balongan tidak ada tangki. Dumai bisa pakai pipa," kata dia.

Di Dumai, Budi menambahkan, co-processing akan dilakukan pada Februari 2019. Nantinya, di kilang ini akan diinjeksi  RBDPO/Degum CPO sebesar 20-25 persen volume on feed untuk menghasilkan green diesel. Di Dumai, Petamina memakai katalis PIDO-130 hasil kerjasama dengan ITB.

Jika semua kilang eksisting ini melakukan co-processing, Budi memproyeksikan, produksi green gasoline dengan kadar oktan 92 dapat dicapai sebesar 3.064 ribu barel bulan atau 487.800 kilo liter per bulan. Sedangkan produksi green LPG sebesar 1.000 MB/bulan atau 104,000 ton/bulan. Dengan angka ini, Pertamina bisa menghemat impor minyak mentah sebanyak 23 ribu barel per hari atau setara penghematan US$500 juta per tahun.

"Jadi, memberikan kontribusi positif. Tak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berpotensi mengurangi impor minyak mentah. Tingkat kandungan dalam negerinya atau TKDN sangat tinggi, karena CPO yang diambil bersumber dari dalam negeri, transaksi yang dilakukan dengan rupiah sehingga mengurangi defisit anggaran negara," kata Budi. (asp)