Jika Restrukturisasi 270 Hari Gagal, Wamen BUMN: Garuda Bangkrut

Miniatur Pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia.
Sumber :
  • instagram @garuda.indonesia

VIVA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan, saat ini pemerintah masih memprioritaskan proses restrukturisasi utang untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dari ancaman kebangkrutan.

Utang yang dimiliki perusahaan tersebut diketahui mengalami pembengkakan dari Rp20 triliun menjadi Rp70 triliun saat ini. Kondisi itu membuat neraca keuangan perseroan insolven dan diperburuk dengan kerugian bulanan sebesar Rp100 juta.

Erick menekankan, yang menjadi permasalah terbesar yang dimiliki Garuda saat ini adalah banyaknya lessor perseroan yang terkait dengan kasus-kasus korupsi manajemen sebelumnya, sehingga mau tidak mau dia menyatakan akan negosiasi keras terkait pinjaman.

"Di situ ada 36 lessor yang kita harus petakan ulang mana lessor yang sudah masuk kategori dan bekerja sama di kasus yang sudah dibuktikan koruptif itu yang pasti akan kita stand still bahkan negosiasi keras," kata dia di Komisi VI DPR, Kamis, 3 Juni 2021.

Namun demikian, dia mengakui, ada juga lessor yang tidak terlibat dalam kasus-kasus tersebut. Tapi, ditegaskannya biaya utang atau pinjaman yang harus ditanggung oleh Garuda Indonesia saat ini sangat mahal sehingga negosiasi ulang menjadi prioritas.

Untuk merealisasikan proses restrukturisasi utang tersebut, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyatakan, saat ini pemerintah tengah menunjuk konsultan hukum dan keuangan. Selain itu, juga tengah mendorong proses moratorium dalam waktu dekat.

"Jadi kita sedang tunjuk konsultan hukum dan keuangan untuk memulai proses ini dan memang harus melakukan moratorium dalam waktu dekat karena tanpa moratorium cash-nya akan habis dalam waktu dekat ini," tegas dia.

Pria yang akrab disapa Tiko ini menargetkan, dalam waktu 270 hari ke depan, setelah moratorium dilakukan, proses restrukturisasi fundamental ini harus berjalan. Dengan begitu, diharapkannya beban biaya Garuda bisa berkurang 50 persen.

"Apabila Garuda bisa restru massal kepada seluruh lander, lessor dan pemegang sukuk dan juga melakukan cost reduction harapannya 50 persen lebih maka Garuda bisa survive. Tapi ini butuh satu negosiasi dan proses hukum yang berat karena melibatkan banyak pihak," ucapnya.

Di sisi lain, Tiko mengungkapkan, terdapat risiko yang harus ditanggung Garuda Indonesia jika proses restrukturisasi ini gagal dan tidak disepakati oleh para kreditur. Dipastikannya Garuda mau tidak mau akan bangkrut karena dari sisi neraca saja saat ini sudah insolven.

"Jika kreditur tidak menyetujui atau banyak tuntutan legal ke Garuda bisa terjadi tidak mencapai kuorum sehingga bisa menuju kebangkrutan. Ini yang kita hindari dari seluruh proses legalnya karena harapan ada kesepakatan seluruh kreditur untuk menyelamatkan Garuda," paparnya.

Tiko menjelaskan, yang menyebabkan proses restrukturisasi ini akan sulit ke depannya karena lessor yang terlibat dalam utang-utang ini juga ada yang dalam bentuk global sukuk bond, khususnya di kawasan Timur Tengah. Ini membutuhkan penanganan hukum internasional.

"Juga ada peminjam dalam bentuk global sukuk bond dari middle east sehingga kalau kita negosiasi internasional mau enggak mau harus melalui proses legal internasional karena mayoritas utang Garuda kepada lessor dan pemegang sukuk internasional," ungkapnya.