Kenapa Bisnis Pengiriman TKI Berkembang Pesat

Pekerja migran Indonesia saat baru pulang dari luar negeri beberapa waktu silam.
Sumber :
  • ANTARA/Ismar Patrizki

VIVAnews - Kasus yang menyangkut Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kerap terjadi. Namun, pengiriman terus berjalan. Terakhir, adalah Ruyati, TKI asal Bekasi yang harus kehilangan nyawa dipenggal pengadilan pemerintah Arab Saudi, Sabtu 18 Juni 2011.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan, bisnis pengiriman TKI sangat menggiurkan. Bagaimana tidak, sistem pemotongan gaji yang besar sangat menguntungkan perusahaan pengirim TKI.

"TKI tujuan Hong Kong saja, bisa dipotong Rp5 juta per bulan selama tujuh bulan," kata dia saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Senin 20 Juni 2011. Demikian juga ke Arab. Pemotongan juga dilakukan 5-7 bulan. "Ribuan TKI yang berangkat tiap bulan. Ini jadi penghasilan mereka."

Pemotongan ini, kata dia, sebagai biaya jasa pengiriman. Termasuk ongkos pelatihan dan penampungan hingga TKI diberangkatkan.

Sebenarnya, Anis melanjutkan, menjamurnya perusahaan pengirim TKI justru karena longgarnya pengawasan pemerintah. Selain itu, bila terjadi masalah pada TKI, pemerintah cenderung mengabaikan dan tidak memberi sanksi tegas kepada perusahaan pengirim. "Ini yang menyebabkan perusahaan pengirim TKI menjamur," tuturnya.

Saat ini, menurut dia, tidak kurang dari 500 perusahaan pengirim TKI berdiri di Indonesia. "Selagi pemerintah tidak tegas, perusahaan pengirim TKI akan menjamur, dan masalah bisa saja terus terjadi," katanya.

Dalam survei Bank Indonesia yang dipublikasikan 2009, perkembangan jumlah pekerja migran tidak terlepas dari kondisi pasar tenaga kerja domestik. Demikian juga di Indonesia, dari jumlah penduduk 224 juta jiwa (2007), memiliki angkatan kerja 100 juta.

Sementara itu, daya serap lapangan kerja saat itu relatif rendah. Tingkat pengangguran rata-rata sebesar 8 persen selama 10 tahun terakhir. Rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sejak krisis 1997 sebesar 5,7 persen belum mampu menyerap angkatan kerja baru, sehingga TKI pun terus meningkat.

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mencatat, TKI yang bekerja di luar negeri per akhir 2007 mencapai 4,3 juta orang. Sedikit lebih rendah dari posisi akhir 2006, sebanyak 4,6 juta orang.

Sebaran berdasarkan kawasan, sebanyak 59 persen TKI bekerja di kawasan Asia, 41 di Timur Tengah dan Afrika, dan kurang dari 1 persen tersebar di Amerika, Eropa, dan Australia.

Dari persentase kawasan Asia tersebut, sebanyak 81 persen bekerja di Malaysia. Dari sisi gender, sekitar 79 persen TKI adalah perempuan. Sementara itu, dari jenis pekerjaannya, sekitar 77 persen bekerja pada sektor informal (pembantu, buruh perkebunan, konstruksi, dan perikanan), serta  sisanya (23 persen) bekerja pada sektor formal (umumnya bekerja di kawasan Amerika dan Eropa). (art)