Dubes Rusdi Kirana Minta Moratorium TKI ke Malaysia

Rusdi Kirana.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA – Kasus kematian Adelina, TKI pembantu rumah tangga di Malaysia membuat pemerintah Indonesia mulai berpikir kembali untuk melakukan moratorium pengiriman TKI ke Negeri Jiran.

Duta Besar RI untuk Malaysia Rusdi Kirana menegaskan bahwa moratorium perlu dijalankan karena banyak tenaga kerja khususnya pembantu rumah tangga yang bekerja di Malaysia secara ilegal.

Misalnya ketika Rusdi beberapa waktu lalu mengunjungi sebuah penjara wanita, ia menemui sekitar 4.700 usia 20 tahunan dan usia di bawah umur yang ditahan karena masalah keimigrasian.

"Moratorium itu penting, bukan untuk selamanya tapi sementara. Selama waktu moratorium itu kita restart tata kelola maupun status di sana supaya kejadian seperti Adelina tidak terulang. Itu tidak bagus untuk nama baik Indonesia maupun Malaysia," kata Rusdi di Gedung Kemlu, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Februari 2018.

Selain moratorium, Rusdi mengatakan bahwa pemerintah Malaysia juga perlu memberlakukan hukuman bagi majikan yang mempekerjakan pembantu rumah tangga lewat jalur ilegal. Sebab jika hal itu tidak diimplementasikan maka kasus lain seperti yang dialami Adelina akan sulit dicegah.

"Majikan harus diberitahu, kalau kamu merekrut secara ilegal, kamu akan kena hukuman. Kalau majikan itu hanya supir taksi, pedagang nasi lemak, pedagang kwetiau ya jangan punya pembantu rumah tangga karena itu pusat masalah," ujar bos Lion Air tersebut.

Pengupahan terhadap pembantu rumah tangga juga menjadi salah satu masalah. Menurut Rusdi, seharusnya tidak boleh dilakukan pemotongan gaji selama enam bulan terhadap TKI.

Dengan pemotongan gaji akan membuat pembantu menjadi malas bekerja yang berimbas pada penghasilan agen penyalur dan berakhir pada minimnya pelatihan yang diberikan kepada calon TKI.

"Kalau kita mau bangun serius, negara harus hadir. Kita tetapkan moratorium. Majikan juga harus punya standar tertentu. Ini program saya ke depan yang diharapkan bisa kita lakukan," kata mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini.