Hamil Akibat Pemerkosaan Malah Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara

Ilustrasi kekerasan seksual.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Seorang perempuan yang hamil akibat pemerkosaan yang dilakukan oleh ayah tirinya, justru terjerat hukum akibat mencoba melakukan aborsi. Korban pemerkosaan itu terjerat hukum, terkait UU larangan aborsi di El Salvador.

Imelda Cortez yang berusia 20 tahun diseret ke pengadilan, setelah melahirkan bayinya pada April 2018. Dia diketahui sudah dilecehkan ayah tirinya yang berusia 70 tahun, sejak masih berusia 12 tahun.

Delapan tahun mengalami kekerasan seksual dan akhirnya hamil, Cortez, kemudian berusaha menggugurkan kandungan. Namun, justru kini dijadikan pesakitan di depan hukum negaranya.

Pusat Studi Hukum Internasional dan Keadilan (CEJIL), merupakan salah satu lembaga yang mendukung Cortez, agar dibebaskan dari tahanan. Kini, Cortez dan bayinya diketahui berada dalam tahanan.

Dikutip dari laman CNN Amerika Serikat, Cortez dijerat pasal percobaan pembunuhan yang bisa mengancamnya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara sebagaimana disampaikan pengacaranya, Alejandra Romero.

El Salvador diketahui memiliki hukum yang berat terhadap aborsi dan salah satu negara paling ketat menyoal pengguguran kandungan, termasuk dilarang mengaborsi kandungan akibat pemerkosaan. Bahkan, kandungan yang bisa membahayakan nyawa sang ibu.

Karena itu, petisi yang kini sudah ditandatangani lebih dari 50 ribu orang meminta agar Cortez dibebaskan, demi alasan keadilan akibat penindasan yang sudah dialaminya selama bertahun-tahun.

Cortez dibesarkan di lingkungan pinggiran di Jiquilisco dan dilecehkan secara seksual sejak usia 12 tahun oleh ayah tiri yang sudah tua. Sementara itu, Direktur Latin America Initiatives for the Women's Equality Center, Paula Avila-Guillen mengatakan, tak pantas Cortez dijerat hukumnya, lantaran sang bayi juga akhirnya sudah dilahirkan dengan selamat.

"Apa ada yang lebih buruk dari kondisi Imelda, sudah dilecehkan sejak 12 tahun oleh ayahnya. Bukannya diposisikan sebagai korban, malah sebagai pelaku kejahatan," kata Guillen.