Kalau di Australia, Panik Corona Berujung Krisis Tisu Toilet

Warga di Australia panik membeli tisu toilet dalam jumlah banyak setelah pemerintah mengumumkan pandemik virus corona akan terjadi.
Sumber :
  • abc

Kalau anda seksama mengikuti berita dari Australia yang sudah menyebar ke seluruh dunia dalam beberapa hari terakhir adalah pembelian tisu toilet oleh sebagian warga Australia yang dipicu dengan rasa kepanikan.

Terjadi pembelian besar-besaran di Australia beberapa hari terakhir, khususnya tisu toilet.Warga Asia di Australia sebagian tidak khawatir kehabisan tisu, karena bersihkan diri pakai air. Pakar mengatakan perilaku pembelian yang didasari oleh rasa kepanikan tidak rasional.

Banyak juga barang-barang lain yang diborong dari supermarket untuk alasan menimbun karena khawatir virus corona akan terus mewabah. Namun barang yang tampak diburu dan cepat menghilang dari toko-toko adalah tisu toilet.

"Panic buying", atau membeli setelah adanya rasa kepanikan terjadi beberapa saat setelah Pemerintah Australia berlakukan rencana tanggap darurat untuk mengatasi kemungkinan pandemik virus Corona.

Lalu mengapa tisu toilet menjadi salah satu barang yang paling banyak dibeli warga Australia?

Apakah persediaan tisu di Australia berpotensi kurang, karena rak-rak di beberapa supermarket yang sebelumnya penuh dengan pasokan tisu menjadi kosong?

Menurut Gary Mortimer, seorang profesor ekonomi di Queensland University of Technology (QUT) di Brisbane, ada dua alasan utama mengapa toilet menghilang dari rak supermarket.

Dalam menjual bareang-barang seperti tisu, supermarket hanya menyediakan untuk penjualan per hari karena barang seperti tisu memakan tempat banyak .

Supermarket juga mendapat pengiriman barang setiap hari, sehingga mengandalkan pada pengiriman barang-barang tersebut dalam waktu cepat.

"Kalau anda melihat tisu toilet, karena ringan dan dalam bentuk gelondongan, supermarket hanya bisa menyediakan 100-250 gelondongan setiap hari," kata Dr Mortimer kepada ABC Life.

"Jadi bila ada belasan orang membeli lebih banyak dari biasanya, maka supermarket susah untuk menyetok ulang dalam waktu cepat hari itu, sehingga rak mereka terlihat kosong."

Melihat rak-rak kosong membuat konsumen yang hendak membeli tisu menjadi panik, karena memperkirakan persediaan tisu berkurang.

Menurut Dr Jana Bowden, pakar pemasaran dari Macquaire University di Sydney, tisu toilet sudah menjadi kebutuhan pokok sehari-hari bagi warga Australia.

"Saya kira tisu toilet adalah keperluan pokok, dan sulit membayangkan hidup di sini tanpa adanya tisu tersedia di toilet. Jadi ada dorongan psikologis juga," kata Dr Jana.

Ia menambahkan kepanikan muncul, setelah konsumen juga melihat apa yang sudah terjadi di negara lain.

"Kita lihat laporan di media mengenai apa yang terjadi di Singapura, Hong Kong dan Jepang, dimana dilaporkan terjadi pembelian tisu toilet besar-besaran," tambahnya.

Minta dipasang "toilet sprayer" Toilet spray semakin banyak digunakan di Australia oleh warga Asia di sini.

Foto: Facebook

Pembelian tisu toilet besar-besaran juga menunjukkan kebiasaan sebagian besar warga Australia dalam urusannya di toilet.

Setelah ABC Indonesia memberitakan soal supermarket di Australia yang terpaksa membatasi penjualan toilet, muncul gurauan dan pertanyaan mengenai pembelian panik itu.

Komentar dari sejumlah warga Indonesia di Australia mengatakan ada alternatif lain yang bisa dilakukan saat membersihkan diri setelah selesai buang air besar.

"Keluarga kita sih jarang banget pakai Toilet Tissue, kita pakai toilet spray dan bidet," sebuah komentar di halaman Facebook ABC Indonesia.
 

"Saya belum bisa pakai tisu toilet. Saya masih pakai cara Indonesia/Jepang/Prancis dan Italia yang pakai air. Istri saya juga sejak kenal air malah lebih suka pakai air dari pada pakai tisu," lanjutnya.

"Toilet sprayer" atau "bidet sprayer" adalah semprotan air yang dipasang di dekat tempat buang air.

Semprotan ini banyak digunakan di Indonesia, tapi di Australia nyaris jarang ditemukan di toilet.

Namun di banyak rumah keluarga asal Asia, pemasangan "toilet sprayer" semakin banyak dilakukan.

Gede Bakti Susila adalah seorang warga Indonesia yang tinggal di Melbourne dan sehari-hari bekerja sebagai handyman di Australia.

"Handyman" adalah julukan untuk seseorang yang bisa melakukan pekerjaan apa saja di bidang pertukangan, seperti tukang kebun atau hal yang berhubungan dengan peralatan rumah tangga.

Dalam percakapan dengan wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya hari Kamis (5/3), Gede mengatakan ia sudah membantu beberapa keluarga Indonesia memasang "toilet sprayer" di rumah mereka.

"Sepanjang tahun 2020, saya kira sudah ada 30 rumah yang memasang toilet sprayer tersebut. Dalam beberapa hari terakhir ini ada sudah 3 orang yang minta rumahnya dipasang," kata Gede.

Menurut Gede, sejauh ini yang meminta rumahnya dipasang "toilet sprayer" adalah warga asal Indonesia.

"Juga ada orang asal India, namun memang saya belum pernah memasang di rumah orang bule," katanya.

Dengan menggunakan toilet sprayer penghuni rumah tidak lagi memerlukan tisu toilet dalam jumlah besar.

Warga sebaiknya berpikir rasional

Menanggapi perilaku panik warga Australia yang memborong tisu dan barang-barang lainnya di supermarket, para pakar di Australia mengatakan warga selayaknya berpikir secara rasional.

"Walaupun susah, sebaiknya kita harus berpikir secara rasional mengenai apa yang anda beli," kata Dr Gary Mortimer.

"Kalau anda biasa menghabiskan 4 gelondongan tisu setiap minggu, maka belilah 8 biji untuk dua minggu. Anda tidak perlu beli 64 gelondongan."

"Kalau memang khawatir mengenai kemungkinan kehabisan, pesan saja online ke salah satu supermarket, nanti bisa dikirim ke rumah."

Hal yang sama juga disetujui oleh Dr Jana, yang mengatakan secara psikologis kadang kita takut "kalah" dengan perilaku orang lain dan ingin mengikuti perilaku yang lain, karena merasa bersalah, bila tidak melakukannya.

"Memang tidak mudah dilakukan, namun jangan terperangkap dalam situasi takut tidak kebagian."

"Kita sudah diberitahu bahwa produksi tisu toilet stabil."

"Memang ketika ke supermarket, ketika melihat orang lain membeli, kita kemudian juga merasa harus membeli".

"Namun, ini hanya kebutuhan mendasar. Tidak perlu untuk menyimpan dalam jumlah besar," kata Dr Jana.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia