Fotografer Ini Pejuang, Terpanggil Menyelamatkan Suku Amazon

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat adat Yanomami di Brasil menghadapi epidemi, deforestasi dan kebakaran hutan. Fotografer Claudia Andujar berkarya untuk menyokong perjuangan mereka. Berikut kisahnya.

Di tengah hutan hujan tropis Amazon yang lebat, yang membentang di perbatasan Brasil sampai Venezuela, salah satu masyarakat adat terbesar di Amerika Selatan mencemaskan masa depan mereka.

Perambahan hutan yang agresif membabat lahan mereka. Arus kedatangan ribuan penambang emas sejak 1980-an ke hutan itu memicu epidemi campak dan flu yang pada akhirnya mengurangi populasi warga adat.

Setelah kebakaran hutan Amzon yang terjadi selama setahun pada 2019, sejumlah kalangan khawatir krisis iklim bakal membuka lembaran terakhir tradisi kuno yang dipertahankan orang-orang Amazon.

Fotografer sekaligus aktivis, Claudia Andujar, menghabiskan lima dekade terakhir untuk memotret dan mengadvokasi suku Yanomami. "Ini sudah menjadi kisah hidup saya," ujarnya kepada BBC Culture.

Arsip dokumenternya yang begitu lengkap kini dipamerkan di Paris, Prancis. Karyanya menjadi pintu masuk tak tertandingi untuk menilik kehidupan orang-orang Yanomami dan ancaman terhadap eksistensi suku tersebut.

Dari sekitar 200 foto dan instalasi video, karya Andujar memperlihatkan cara hidup Yanomami. Ia berharap itu tidak akan menjadi sekadar dokumentasi tentang cara hidup kelompok manusia yang berbeda.

Bagi Andujar, fotografi bukan dikerjakan bukan untuk kepentingan seni, tapi sebagai siasat memperjuangkan kelompok manusia yang tengah menderita.

Andujar, yang nama aslinya adalah Claudine Haas, lahir di Neuchatel, kota di bagian barat Swiss, pada tahun 1931. Ia adalah satu satunya anak di keluarganya.

Ibunya merupakan pengikut Kristen berdarah Swiss dan Prancis, sedangkan ayahnya berdarah Yahudi-Hungaria.

Andujar menghabiskan masa kecilnya di Oradea, kota kecil yang kini ada di wilayah kedaulatan Rumania. Pada masa krisis di Eropa di abad ke-20, kota itu berulang kali berpindah tangan dari kekuasaan Hungaria dan Rumania. Akibatnya, Andujar sulit mengingat ke negara mana ia melarikan diri dari konflik.

Tahun 1944, setelah ayahnya dibuang ke kamp konsentrasi di Dachau dan seiring ancaman invasi Rusia, Andujar dan ayahnya kabur ke Swiss menggunakan kereta api. "Ibuku lelah dengan semua perang yang ada," tuturnya.

Ketika Andujar memulai kehidupan baru di Swiss, ia mendapat sebuah surat. "Saya menerima pemberitahuan dari Palang Merah bahwa semua anggota keluarga ayahku tewas di Auschwitz."

Ayahnya dibunuh di Dachau. Rasa kehilangan yang begitu dalam hampir tidak terdengar dari suara Andujar. Pada usia 89 tahun, ia menceritakan kisah kehilangan keluarga itu dengan tabah.

Bagi Andujar, Eropa kala itu tidak menjanjikan masa depan. Sebelum dewasa, ia terbang ke New York dan akhirnya menetap di Sao Paulo, Brasil.

Setelah melalui proses berpindah yang kilat antarbenua, Andujar menemukan bahwa fotografi memungkinkannya berkisah tentang dunia yang selamanya tidak ia mengerti.

Begitu tiba di Brasil, Andujar berkelana ke berbagai daerah di negara itu. Ia pertama kali bertemu kelompok adat Yanomami pada awal 1970-an ketika berekspedisi dengan seorang antropolog asal Brasil.

"Ketika para perempuan Yanomami melihat saya untuk pertama kalinya, mereka tidak tahu saya laki-laki atau perempuan karena saya mengenakan baju sedangkan mereka tidak."

"Mereka lalu menyentuhku, membuka pakaianku untuk mengetahui jenis kelaminku. Saat mereka tahu aku perempuan, mereka mempersilakanku hidup dengan mereka," kata Andujar.

Kumpulan foto dari masa-masa awalnya tinggal di Amazon terbit di Realidade, sebuah majalah di Brasil yang berfokus pada jurnalisme foto. Walau begitu, karyanya di tahun 1970-an itu tidak menunjukkan komitmen terhadap jarak maupun objektifikasi.

"Saya yakin saya harus mengenal orang-orang Yanomami sebelum mulai memotret mereka," ujarnya.

Dengan hidup bersama komunitas itu, Andujar mendapat kesempatan melihat ritual Yanomami yang biasanya tertutup untuk orang asing. Andujar pun memotret mereka dalam sudut pandang sosial, politik, dan spiritual.

Karya foto Andujar tidak hanya memotret orang per orang tapi juga tradisi perdukunan yang menyelimuti kehidupan masyarakat Yanomami.

Dalam kosmologi Yanomami, Amazon adalah material lingkungan yang dihuni banyak roh bernama xapiri. Amazon mereka anggap sebagai ruang berisi spiritualitas yang melebihi persepsi indera manusia.

Berbagai ritual, yang diperkuat halusinasi alami, memungkinkan orang-orang Yanomami hidup bersama roh-roh penghuni hutan.

Menggunakan sejumlah lensa beroleskan Vaseline, exposure panjang, dan filter infra merah, foto-foto Andujar kabur seolah-olah menggabungkan manusia dan roh di hutan Amazon.

Melawan kekuatan besar

Hidup bersama orang-orang Yanomami berarti berdiri bersama mereka melawan begitu banyak ancaman selama lima dekade terakhir.

Pada pertengahan 1970-an, pemerintah diktator Brasil yang disokong militer mulai membangun Perimetral Norte, jalur tol trans-Amazon yang masuk hingga ujung selatan tanah ulayat Yanomami.

Arus kedatangan orang asing ke Amazon juga menyebabkan pertikaian serta penyakit.

"Saya tidak sanggup melawan otoritas Brasil jadi saya menjelaskan kepada warga Yanomami bahwa mereka semestinya tidak berusaha mendekat ke pekerja jalan tol," kata Andujar.

"Sangat tidak mungkin. Banyak pekerja yang sakit TBC dan campak sampai akhirnya muncul epidemi campak. Banyak orang Yanomami meninggal. Seluruh warga desa meninggal," kata dia.

Andujar pergi ke Sao Paulo. Ia tidak punya kesempatan melihat komunitas yang menerimanya punah. Dia bertemu sejumlah antropolog, etnografer, dan dokter untuk menjelaskan ancaman jalan tol terhadap suku Yanomami.

Kala itu ia berhasil meyakinkan dua dokter yang baru menuntaskan pendidikan untuk bergabung dengannya ke Amazon. Mereka kemudian membuat proyek kesehatan pertama di atas tanah suku Yanomami.

Seri foto tentang proyek kesehatan pertama di Amazon itu adalah karya Andujar yang paling menyentuh.

"Orang-orang Yanomami tidak memiliki nama. Mereka memanggil satu sama lain dengan saudara, sepupu atau ibu. Mereka tidak punya nama seperti kita," ujarnya.

Para dokter dalam proyek itu lalu memberi orang-orang Yanomami kalung bernomor untuk tetap bisa melacak proses penyembuhan.

Dalam seri foto itu, Andujar menampilkan masing-masing orang Yanomami dengan kalung mereka itu.

Meski menanggulangi penyakit yang menghabisi populasi Yanomami begitu penting, proses pemberian nomor untuk warga yang tersisa tidaklah mudah. Andujar mengingat penyematan kategori dan pelabelan terhadap anggota keluarganya yang tewas dalam pembunuhan massal era Perang Dunia.

Proyek kesehatan itu adalah awal pergeseran karya Andujar, dari fotografi ke advokasi. Selama beberapa tahun, ia bahkan terpaksa menggantung kameranya di rumah.

Pada tahun 1978, Andujar bergabung dengan pemimpin suku Yanomami dan aktivis di Brasil untuk mendirikan Comissao Pro-Yanomami. Ini adalah organisasi pertama yang fokus membela hak asasi suku Yanomami. Mereka mempunyai target tinggi, yaitu pengakuan otoritas terhadap tanah ulayat Yanomami.

"Berkegiatan bersama para dokter memungkinkan saya mengetahui lahan Yanomami secara utuh dan memetakannya secara geografis untuk pertama kali," kata Andujar.

Peta itu menyediakan peta biru untuk menuntaskan target kerja organisasinya. Namun tekanan yang dapat ditanggulangi orang asing seperti Andujar sangatlah terbatas. Suku itu tetap membutuhkan dukungan dunia internasional.

Kemenangan berupa pengakuan

Karya Andujar merupakan peluang untuk menyebarkan informasi tentang kondisi buruk yang dihadapi masyarakat Yanomami. Pendekatan seni yang hampir ia tinggalkan itu menjadi senjata penting untuk mendapat pengakuan publik tentang keadaan Yanomami.

Setiap foto Andujar berpeluang memunculkan empati, sebuah tahap awal untuk mengakui perbedaan dan melindunginya.

Organisasi internasional bergabung dengan gerakan pendukung Yanomami untuk mendorong pengakuan otoritas terhadap suku itu.

Dan pada tahun 1992, kemenangan tersebut diraih orang-orang Yanomami: pemerintah Brasil mengakui tanah ulayat mereka di Amazon.

Andujar mengisahkan cerita itu tanpa nuansa kesombongan karena dia mengerti bahwa peran tambahannya bagi aktivis lokal.

Dan meski sudah berjuang selama 50 tahun, Andujar tidak yakin bahwa suku Yanomami merasa lebih aman dibandingkan saat pertama kali dia bertemu mereka.

Baru-baru ini, hampir 20 ribu penambang emas berdatangan ke tanah milik suku Yanomami. Pertikaian di antara mereka menjadi sesuatu yang lumrah.

Para penambang emas membunuh puluhan orang Yanomami yang menolak menyerahkan tanah mereka. Kehadiran para penambang ini juga menjadi salah satu faktor deforestasi di hutan Amazon.

Demam emas, menurut para aktivis, disokong dan muncul akibat persekongkolan pucuk pimpinan pemerintah Brasil. Jair Bolsonaro, presiden Brasil yang kontroversial, sejak 2018 secara terang-terangan menolak tuntutan agar suku-suku Amazon mengontrol tanah mereka sendiri.

Belum lama ini, Bolsonaro menunjuk seorang penginjil Kristen untuk mengawasi persoalan masyarakat adat alias suku asli di Amazon.

Pertengahan Februari lalu, pelapor khusus PBB untuk isu hak masyarakat adaat mewanti-wanti bahwa kebijakan Bolsonaro berpotensi memicu pembunuhan massal atau genosida.

"Saya masih sangat terlibat untuk melindungi mereka dan tanah mereka karena saya tahu bahwa eksistensi dan tradisi mereka tergantung pada kemampuan mereka hidup bersama-sama sebagai satu komunitas," kata Andujar.

Namun ada nuansa bahwa Andujar menilai ia tidak akan sempat melihat suku Yanomami memenangkan pertarungan ini.

"Saya harap ada orang-orang lain yang melanjutkan perjuangan ini walau saya sudah meninggal. Suku Yanomami juga akan belajar mempertahankan diri dari segala ancaman yang mereka hadapi," tuturnya.

"Saya harap perjuangan ini akan terus berlanjut. Hanya itu yang saya harapkan," kata Andujar.

Pameran foto Claudia Andujar berjudul The Yanomami Struggle akan berlangsung di Galeri Fondation Cartier pour l`art contemporain, Paris, hingga 10 Mei 2020.

Artikel ini pertama kali tayang dalam bahasa Inggris dengan judul Can photography save the Amazon people.