Paris Pecah Kerusuhan di Tengah Masa Lockdown

Kerusuhan terjadi di Villeneuve-la-Garenne, Prancis
Sumber :

VIVA – Presiden Prancis, Emmanuel Macron telah memperpanjang kebijakan lockdown hingga 11 Mei mendatang. Namun, kerusuhan justru pecah di Paris, Senin pagi 20 April 2020, setelah diduga kepolisian setempat melakukan kekerasan saat masa lockdown.

Dikutip dari Daily Mail, kerusuhan di Villeneuve-la-Garenne, Paris utara, terjadi setelah adanya aksi kekerasan polisi terhadap entis minoritas. Pihak kepolisian setempat menggunakan gas air  mata dan tongkat untuk memukul mundur massa.

Namun, massa terus menembakkan kembang api ke arah jalanan. Polisi bersenjata pun turut ikut untuk melawan massa yang terus bertambah dan berkumpul.

Pihak kepolisian menyampaikan massa sudah menyerang bala bantuan dengan melemparkan batu dan kembang api. Kerusuhan pun kini telah menyebar ke daerah lain.

"Polisi dan bala bantuan mereka telah menjadi sasaran para perusuh, yang telah melemparkan batu dan kembang api. Kekerasan dimulai di Villeneuve-la-Garenne dan telah menyebar ke kota-kota lain dan perkebunan di dekatnya," kata juru bicara kepolisian setempat.

Kerusuhan diduga bermula saat seorang pria berusia 30 tahun yang mengendarai sepeda motor terluka parah setelah tabrakan dengan mobil polisi tanpa tanda di Villeneuve-la-Garenne. Teman korban yang tidak ingin disebutkan namanya itu menyampaikan jika kejadian itu merupakan contoh perlakuan kekerasan polisi terhadap etnis minoritas selama lockdown.

"Pria yang terluka parah itu berasal dari latar belakang Muslim Arab. Dia kritis di rumah sakit, dan orang-orang di daerah itu bereaksi sangat buruk terhadap apa yang telah terjadi," katanya.

Tindakan yang dilakukan polisi terhadap etnis minoritas tidak hanya terjadi pada saat itu saja. Sebelumnya tiga petugas terekam menyeret Mohamed Gabsi di sepanjang jalan saat jam malam.

Gabsi menderita serangan jantung saat tiba di kantor polisi setempat. Kematiannya ini sangat sensitif dan berimbas pada banyak keluhan atas tindakan rasisme polisi ketika Prancis mulai memberlakukan lockdown.

Seorang juru bicara Liga Hak Asasi Manusia Perancis menggambarkan kematian Gabsi, yang berasal dari latar belakang Arab, sebagai 'skandal yang menunjukkan bagaimana orang miskin dibunuh' oleh lockdown.