Perang Armenia Vs Azerbaijan akan Menyeret Turki dan Rusia

BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc
EPA
Konflik Armenia-Azerbaijan berpotensi memicu keterlibatan negara lain.

Perselisihan baru berkecamuk antara pasukan Armenia dan Azerbaijan di sekitar kawasan Nagorno-Karabakh. Wilayah ini diperebutkan di Kaukasus selatan.

Dilihat dari skala dan luas wilayah, pertempuran 28 Oktober lalu itu melampaui eskalasi yang sebenarnya terus berulang dalam beberapa tahun terakhir.

Kontak senjata yang terjadi melibatkan artileri berat, tank, rudal, dan pesawat nirawak.

Sejauh ini sudah lebih dari 100 orang dinyatakan tewas dalam peristiwa terakhir itu. Korban jiwa bukan cuma petempur Armenia, tapi juga warga sipil setempat.

Otoritas Azerbaijan tidak merilis kerugian yang diderita militer mereka. Namun muncul perkiraan bahwa kerugian mereka tidak sebesar pihak Armenia.

Pertempuran itu tampaknya dipicu upaya pasukan Azerbaijan merebut kembali sebagian besar wilayah yang diduduki Armenia dalam perang Karabakh. Perang itu pecah setelah Uni Soviet runtuh.

Ratusan ribu etnis Azeri mengungsi dari daerah ini selama tahun 1992 hingga 1994.

Eskalasi yang terjadi ini muncul dalam perselisihan yang menghebat sepanjang tahun, dari kebuntuan proses diplomatik, retorika perang, serta bentrokan selama Juli di sisi utara perbatasan Armenia dan Azerbaijan.

Apa bahayanya?

Eskalasi militer sebelum ini, antara Armenia dan Azerbaijan, diatasi dalam beberapa hari.

Namun intensitas pertempuran yang terjadi saat ini mungkin tidak dapat diredakan secara biasa.

Daerah sipil di wilayah Nagorno-Karabakh yang diperebutkan dilanda serangan rudal dan pemboman untuk pertama kalinya sejak dekade 1990-an. Sasaran sipil di Armenia dan Azerbaijan juga telah diserang.

Reuters
Pertempuran sejak hari Minggu tidak hanya mengakibatkan tewasnya personel militer, tetapi juga warga sipil.

Armenia dan Azerbaijan tampak tengah menggali konflik yang bakal berlangsung lebih lama. Azerbaijan menolak negosiasi baru dengan Armenia.

Tidak seperti pada peristiwa sebelumnya, Azerbaijan kini dapat mengandalkan dukungan besar dari pemerintah Turki.

Potensi yang bisa terjadi ke depan adalah konflik yang lebih lama dan berlarut-larut. Situasi itu akan membuka peluang keterlibatan negara lain. Artinya, perang kawasan yang lebih luas bisa terjadi.

Apa bentuk campur tangan Turki?

Turki secara tradisional memberikan dukungan moral dan diplomatik kepada Azerbaijan.

Selain sebagai sesama bangsa Turk, Azerbaijan juga mitra geo-strategis utama mereka.

Kontak antara pejabat pertahanan kedua negara semakin intensif setelah bentrokan Juli lalu. Mereka menggelar latihan militer bersama setelahnya.

Sejak pertempuran hari Minggu (27/09) lalu, Turki telah menyatakan dukungan tanpa syarat kepada Azerbaijan.

Mereka juga bakal memberikan berbagai bantuan militer kepada Azerbaijan.

Ada pertanyaan besar, apakah teknologi pesawat militer nirawak Turki yang ditakuti juga sedang dikerahkan untuk Azerbaijan.

Armenia menuduh Ankara menembak jatuh pesawat SU-25 milik mereka 29 September lalu.

Tapi tuduhan itu dibantah oleh Turki.

Meskipun klaim semacam itu telah dibuat sebelumnya dan ternyata tidak benar, ada juga klaim yang belum dikonfirmasi dan terus berkembang, bahwa Turki memobilisasi tentara bayaran dari Suriah untuk berperang bersama pasukan Azerbaijan.

Apa peran Rusia?

Rusia memainkan peran yang beragam, seringkali secara kontradiktif, dalam konflik.

Melalui hubungan bilateral dan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), Rusia memberi Armenia jaminan keamanan. Namun dukungan ini tidak meluas ke zona pertempuran di Nagorno-Karabakh, yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.

Rusia juga memasok senjata ke kedua belah pihak dan merupakan salah satu pimpinan Grup Minsk yang sedang menengahi konflik Armenia-Azerbaijan.

Rusia menyerukan gencatan senjata, tapi tidak seperti eskalasi skala besar sebelumnya, mereka belum mengadakan pertemuan dengan petinggi politik atau militer Armenia serta Azerbaijan.

Rusia memiliki hubungan yang tidak menyenangkan dengan pemimpin baru Armenia, Nikol Pashinyan.

Sementara itu, Armenia tidak diragukan lagi akan lebih memilih menangani eskalasi itu sendiri.

Pada tahun 1990-an Rusia tidak mampu mengerahkan pasukan penjaga perdamaian di wilayah Nagorno-Karabakh.

Keresahan Armenia bahwa bantuan Rusia akan datang dengan pamrih mendorong mereka lebih berhati-hati dalam meminta dukungan Rusia.

Selama pertempuran berada di wilayah yang diperebutkan di atau sekitar Nagorno-Karabakh, upaya menjaga kenetralan Rusia membuat keterlibatan mereka menjadi tidak mungkin.

Namun konflik yang terjadi dalam waktu lebih lama dan dengan partisipasi Turki jelas akan mengancam dominasi Rusia. Apalagi ini terjadi di wilayah yang Rusia anggap sebagai bagian dari kepentingan penting mereka.

Situasi ini memancing Rusia untuk memberikan respons.

Bagaimana reaksi komunitas internasional?

Kecuali Turki, kekuatan regional dan global lainnya menyerukan pengendalian situasi. Iran, Georgia, dan Qatar menawarkan diri untuk menjadi mediator.

Pertemuan Dewan Keamanan PBB pada 29 September lalu menegaskan pula peran utama Grup Minsk, yang diketuai Prancis, Rusia dan Amerika Serikat, dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa, dalam menengahi antara Armenia dan Azerbaijan.

Namun memusatkan perhatian dan komitmen internasional yang cukup untuk memperbarui diplomasi akan menjadi tantangan tersendiri.

Pertempuran itu bertepatan dengan potensi gangguan stabilitas internasional karena pandemi global, dan pemilihan umum AS. Ada pula tren bahwa fokus perdamaian hilang begituruang lingkup untuk n senjata disepakati.

Bagaimana situasi itu akan berkembang?

Keberhasilan militer yang cepat dan terkonsolidasi, baik melalui perebutan kembali wilayah yang signifikan oleh Azerbaijan, atau penumpasan operasi Azerbaijan oleh pasukan Armenia, dapat membuka peluang gencatan senjata.

Meski begitu, itu akan memicu ketidakstabilan domestik untuk para pihak.

Semakin lama pertempuran berlangsung, atau jika satu pihak terlihat kalah dalam konflik yang berlarut-larut, semakin besar pula kemungkinan Rusia dan Turki menarik diri untuk terlibat.

Laurence Broers adalah direktur program Kaukasus di organisasi Conciliation Resources dan penulis buku Armenia and Azerbaijan: Anatomy of a Rivalry.