Inilah Hal-hal yang Mengejutkan Para Pendatang tentang Australia

Migrants share their stories of culture shock. (ABC News: Jarrod Fankhauser)
Sumber :
  • abc

Ada beberapa hal yang kemungkinan besar muncul di benak seseorang yang hendak pindah ke Australia: musim panasnya yang luar biasa panas, satwanya yang berbahaya, dan aksen warganya yang unik.

Tapi, sebenarnya banyak sekali kejutan yang baru diketahui waktu sampai di negara tersebut.

Musim panas dan serangga raksasa adalah dua dari sekian hal yang mungkin membuat warga Australia kesulitan menyesuaikan diri.

Seringkali kejutan dan kesalahpahaman datang di waktu yang bersamaan.

Kami bertanya kepada enam orang yang pindah ke Australia tentang apa yang paling mengejutkan mereka dari negara ini.

Ini kata mereka.

Anak-anak bisa mengoreksi guru

Kartini Mohd Mustafa merasa bahwa sistem pendidikan "sangat santai" dibandingkan dengan Malaysia, tempatnya dibesarkan.

Ibu yang tinggal di Adelaide itu mengatakan terkejut ketika anak-anaknya diminta untuk bercerita tentang mainan atau foto mereka di depan kelas.

"Mereka mendorong siswa agar berani berbicara di depan umum," katanya.

"Menurut saya bisa melihat ini adalah hal yang positif. Kepercayaan diri siswa bisa terbangun."

Kepercayaan diri itu juga sempat mengejutkan beberapa orangtua lain, salah satunya Ronald Lee, yang berasal dari Hong Kong.

Ronald yang pindah ke Rochedale South, Queensland pada tahun 2008, terkejut ketika putranya diperbolehkan mengoreksi seorang guru di kelas.

"Suatu kali saat pelajaran matematika, dia memberitahu gurunya kalau ada jalan yang salah," katanya.

"Di Hong Kong tidak bisa begini. Gurunya pasti langsung memanggil orangtua murid."

Ronald juga menyukai bagaimana semua anak didorong untuk berolahraga di Australia, bukan hanya yang cukup berbakat sehingga bisa masuk dalam tim profesional.

"Di Hong Kong, kami harus melalui ujian dan harus benar-benar mahir untuk bisa bergabung," katanya.

Kartini mengatakan kebiasaan sekolah di Australia yang relatif santai bahkan terbawa sampai ke universitas.

Di Malaysia, mahasiswa perguruan tinggi wajib masuk kelas.

"Tapi di sini ... terserah anak kuliahnya mau masuk kelas atau tidak," katanya.

Walau demikian, Kartini menikmati waktunya di Adelaide semasa menjadi siswa internasional.

Akhirnya membawa keluarganya ke Australia dan menetap di sana sejak tahun 1999.

Toko buka terlambat namun tutup cepat

Walau Amerika dan Australia memiliki bahasa dan beberapa kebudayaan yang sama, Kristianna Scheffel langsung bisa menemukan perbedaan antar keduanya ketika pindah dari Amerika Serikat ke Melbourne pada tahun 2015.

"Waktu itu saya bangun jam 5:00 atau 6:00 pagi dan memutuskan untuk keluar rumah untuk mencari makan," katanya sambil mengingat masa awal ketibaannya di Australia.

"Tapi tidak ada yang buka. Belum ada orang. Ini mengejutkan saya," katanya.

Jam operasional untuk berbelanja yang singkat juga turut mengejutkan Kartini.

"[Adelaide] benar-benar jadi kota mati pada pukul 5:00 sore," katanya.

Namun, 'culture shock' pertamanya terjadi ketika dia pertama kali menginjakkan kaki di bandara Adelaide pada tahun 1988.

"Saya membayangkan bandara Adelaide itu besar sekali," katanya.

"Tapi ternyata bandara Adelaide sangat kecil!"

Hal "membingungkan" lain yang ditemukannya adalah musim panas dan cuaca di sana yang menurutnya "aneh".

Kesan pertama pindah ke Australia

Brosur wisata mungkin sering mempromosikan kehangatan dan indahnya ombak Australia, tetapi langit kelabu dan udara yang menusuk saat musim dingin adalah kenyataan yang jarang dibahas.

"Musim dingin bagaikan mimpi buruk sejujurnya," kata Kartini, yang dibesarkan di Malaysia di mana suhu rata-rata berkisar antara 21 dan 32 derajat celcius.

Kristianna, yang tinggal di pinggiran terdalam Melbourne, juga terkejut ketika menyadari bahwa kebanyakan rumah di Melbourne tidak memiliki insulasi untuk melindungi dari dingin.

Dia mengatakan orang Australia menyangkal diri tentang cuaca di sini.

"Saya sering sekali mengenakan jaket, kedinginan, padahal di Amerika, saya selalu hangat."

Bukan cuma laba-laba yang akan menyapa Anda

Kalau tidak terganggu cuaca, mungkin Anda akan terganggu satwa liar Australia.

Meskipun Kristianna sudah diperingatkan tentang hewan di Australia yang bisa menakutkan sebelum ketibaannya, ternyata dirinya masih tidak siap menghadapi makhluk tersebut.

"Di rumah kami ada setidaknya lima laba-laba, dan ini tidak apa-apa," katanya.

"Tapi posum beda lagi. Mereka mencoba masuk lewat jendela rumah. Saya benar-benar tidak mengerti."

Ronald juga mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan posum dan laba-laba di Australia.

"Saya menanam choy sum tapi saya lupa memetiknya di [satu] malam," katanya.

"Keesokan harinya mereka semua dimakan oleh posum."

Makanannya banyak ... tapi kok tidak ada nasi?

Beberapa orang yang baru datang di Australia merasa seperti dimanjakan oleh banyaknya pilihan makanan di sana.

"Makanannya beragam sekali, karena ada begitu banyak masakan berbeda yang belum pernah saya cicip sebelumnya," kata Kristianna yang lahir di AS.

Namun berbeda dengannya, pendatang yang tidak tinggal di kota-kota besar terkadang kesulitan mencari makanan pokok dari negara kelahirannya.

"Tidak banyak tempat yang menyajikan nasi. Jika kami ingin nasi, kami harus memasaknya sendiri," kata Ronald, yang tinggal di pinggiran Brisbane.

Kartini, yang berasal dari Malaysia, juga merasa sedih melihat nasi jarang disajikan dalam menu makanan Australia.

"Datang ke sini, kami kemudian belajar bahwa roti, kentang, gandum benar-benar [makanan utama orang Australia]," katanya.

Jarang berinteraksi dengan tetangga

Acara TV Neighbors mungkin adalah salah satu yang paling terkenal di Australia, namun kurangnya interaksi dengan orang-orang yang tinggal di sekitarnya membuat Uyen Di Tran, yang pindah dari Vietnam terkejut.

Dia mengatakan kehidupan di Melbourne "sangat sepi" dibandingkan negara asalnya.

"Anda tidak memiliki hubungan dengan tetangga Anda," kata Tran, yang pindah pada tahun 1989.

"Pintu selalu tertutup, gerbang ke taman ditutup. Harus membuat janji untuk bertemu orang."

Pengalaman yang sama juga dirasakan Jack Tougen,mahasiswa asal Vanuatu yang tinggal di daerah pinggir Victoria, yaitu Bendigo.

Dia terkejut melihat rumah-rumah di sana sangat jelas terpisah satu sama lain.

“Ketika pertama kali datang ke sini, hal pertama yang saya lihat adalah bagaimana orang-orang memiliki pagar di sekitar rumah mereka,” katanya.

"Mereka tidak bisa berbicara dengan tetangga. Di desa [di Vanuatu], saya terbiasa berjalan menyeberang dan berbicara dengan tetangga."

Apakah pindah ke Australia keputusan yang tepat?

Terlepas dari 'culture shock' di atas, orang-orang yang kami ajak bicara mengatakan bahwa mereka tidak menyesal pindah ke Australia.

Ronald, contohnya, mengatakan memang adalah "mimpinya" untuk melarikan diri dari tekanan Hong Kong.

Kartini mengatakan 'culture shock' memang tidak dapat dihindari, walaupun sudah mencari banyak informasi sebelum pindah ke Australia.

Tapi dia percaya kemampuan beradaptasi yang dia peroleh dari pengalaman ini jauh lebih berharga.

"Anda dapat membuang saya di mana saja … selama saya memiliki suami dan anak-anak saya, saya akan bertahan hidup."

Diproduksi oleh Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris