Menlu Arab Saudi Tegaskan Tak Ada Normalisasi Hubungan dengan Israel Tanpa Kemerdekaan Palestina

VIVA Militer: Tentara Israel di Jalur Gaza, Palestina
Sumber :
  • thenationalnews.com

Riyadh – Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan menegaskan bahwa kerajaan tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika tidak ada kemerdekaan bagi negara Palestina.

Pernyataan Pangeran Faisal itu disiarkan dalam sebuah wawancara dengan CNN pada Minggu malam, 21 Januari 2024. Pernyataan ini merupakan pernyataan paling langsung dari para pejabat Saudi. Pernyataan Pangeran Faisal tentu akan membuatnya berselisih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menolak pembentukan negara Palestina dan menggambarkan rencana kontrol militer terbuka atas Gaza.

Sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, AS disebut telah berusaha menjadi perantara perjanjian penting, di mana Arab Saudi akan menormalisasi hubungan dengan Israel dengan imbalan jaminan keamanan AS, bantuan dalam membangun program nuklir sipil di kerajaan tersebut, dan kemajuan menuju penyelesaian konflik Israel-Palestina.

Pada bulan September, Netanyahu mengatakan Israel berada di titik puncak kesepakatan tersebut, yang menurutnya akan mengubah Timur Tengah.

Dalam wawancara dengan Fareed Zakaria GPS dari CNN, pembawa acara bertanya pada Pangeran Faisal, apakah Menlu Arab Saudi itu dengan tegas menyatakan bahwa jika tidak ada jalan menuju (kemerdekaan) negara Palestina, (maka) tidak akan ada normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel?.

“Itulah satu-satunya cara kita mendapatkan keuntungan,. Jadi iya (itu syaratnya,” jawab Pangeran Faisal, dikutip dari The New Arab, Rabu, 24 Januari 2024.

VIVA Militer: Pengeran Kerajaan Arab Saudi, Faisal bin Farhan bin Abdullah.

Photo :
  • VIVA Militer

Sebelumnya, dalam wawancara tersebut, ketika ditanya apakah Arab Saudi akan membiayai rekonstruksi di Gaza, di mana serangan udara dan darat Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah miskin tersebut, Pangeran Faisal memberikan jawaban serupa.

“Selama kita bisa menemukan jalan menuju solusi, resolusi, jalan yang berarti kita tidak akan berada di sini lagi dalam satu atau dua tahun, maka kita bisa membicarakan apa pun,” ujarnya.

“Tetapi jika kita kembali ke status quo (keadaan Palestina) sebelum 7 Oktober (sebelum merdeka), kita tidak tertarik dengan perbincangan tersebut,” tambahnya

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi juga mengecam pemerintah Israel, dan mengkritik agenda rasis radikal Israel. Dia menambahkan bahwa mereka menentang dunia dalam penolakannya untuk menerima solusi dua negara bagi Israel dan Palestina.

“Satu-satunya jalan keluar dari kesengsaraan ini adalah solusi dua negara,” kata Ayman Safadi  kepada wartawan pada pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa di Brussels.

“Mereka menentang seluruh komunitas internasional dan sudah saatnya dunia mengambil sikap,” sambungnya.

Seperti diketahui, Israel juga memandang seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya dan Tepi Barat sebagai pusat sejarah dan alkitabiah bagi orang-orang Yahudi.

Sebanyak 700.000 pemukim Israel, hampir 10 persen dari hampir 7 juta penduduk Israel, membangun sejumlah pemukiman ilegal dan pos-pos di kedua wilayah yang dibangun di atas tanah pribadi di Tepi Barat yang diduduki.