Deretan Fakta Perang Armenia dan Azerbaijan yang Sedang Memanas

VIVA Militer: Tentara Azerbaijan di Nagorno-Karabakh
Sumber :
  • sputnikmediabank.com

Jakarta – Azerbaijan telah memulai upaya pembebasan wilayah tersebut selama konflik pada musim gugur tahun 2020, yang berakhir dengan penandatanganan perjanjian perdamaian yang disepakati melalui mediasi Rusia, membuka jalan bagi proses normalisasi.

Dilansir dar Al Jazeera, Senin, 26 Februari 2024, Ibu kota Azerbaijan, meluncurkan operasi anti-terorisme di Karabakh pada bulan September tahun lalu dengan tujuan untuk mengembalikan kestabilan konstitusional. Setelah operasi tersebut, pasukan separatis yang ilegal di wilayah tersebut menyerah.

Namun, ketegangan kembali muncul di perbatasan antara Azerbaijan dan Armenia ketika Baku melaporkan adanya luka-luka pada salah satu tentaranya akibat serangan pasukan Armenia ke distrik Zangilan di bagian barat daya negara tersebut pada tanggal 12 Februari 2024.

VIVA Militer: Pasukan Angkatan Bersenjata Azerbaijan

Photo :
  • sputnikmediabank.com

Dalam tanggapan atas serangan tersebut, Azerbaijan menyatakan telah melakukan "operasi balasan", yang mengakibatkan penghancuran pos-tempur tempat prajuritnya diserang. Armenia melaporkan bahwa empat prajuritnya tewas dalam serangan yang dilakukan oleh Azerbaijan.

Situasi ketegangan ini menambah panasnya situasi di dunia, di mana sejumlah negara tengah terlibat dalam berbagai konflik, mulai dari Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, hingga China-Taiwan.

Untuk dicatat, Armenia dan Azerbaijan telah terlibat dalam dua konflik bersenjata terkait wilayah Nagorno-Karabakh sejak runtuhnya Uni Soviet, yang berlangsung selama tiga dekade.

Berikut ini adalah beberapa fakta terkait ketegangan antara kedua negara tetangga tersebut, seperti yang telah dikumpulkan di bawah ini:

Mengenal Nagorno-Karabakh

Nagorno-Karabakh, yang dikenal sebagai Artsakh oleh masyarakat Armenia, merupakan sebuah wilayah pegunungan yang terletak di ujung selatan Pegunungan Karabakh di Azerbaijan, seperti yang dilaporkan oleh BBC, Senin, 26 Februari 2024.

Secara resmi, wilayah ini diakui sebagai bagian dari Azerbaijan oleh komunitas internasional, namun sebagian besar dari 120.000 penduduknya adalah etnis Armenia. Wilayah ini memiliki pemerintahan sendiri yang memiliki hubungan erat dengan Armenia, meskipun tidak diakui secara resmi oleh Armenia atau negara lainnya.

VIVA Militer: Prajurit Angkatan Bersenjata Azerbaijan di perbatasan Armenia

Photo :
  • caspiannews.com

Orang-orang Armenia, yang mayoritas beragama Kristen, mengklaim telah mendiami wilayah tersebut selama berabad-abad, bahkan beberapa abad sebelum Masehi.

Di sisi lain, Azerbaijan, yang mayoritas penduduknya adalah Muslim Turki, juga mengklaim hubungan sejarah yang kuat dengan wilayah tersebut. Wilayah ini telah berada di bawah kekuasaan Persia, Turki, dan Rusia selama berabad-abad. Konflik antara kedua kelompok telah berlangsung selama lebih dari satu abad.

Selama periode Uni Soviet, Nagorno-Karabakh menjadi sebuah wilayah otonom di Republik Azerbaijan.

Awal Konflik Azerbaijan dan Armenia

VIVA Militer: Tentara Azerbaijan di Nagorno-Karabakh

Photo :
  • sputnikmediabank.com

Konflik pertama di Nagorno-Karabakh pecah ketika Uni Soviet mengalami kejatuhan, dikenal sebagai Perang Karabakh Pertama (1988-1994), antara penduduk Armenia dan Azerbaijan.

Dampaknya sangat mengerikan dengan sekitar 30.000 jiwa yang kehilangan nyawa dan lebih dari satu juta orang menjadi pengungsi.

Mayoritas pengungsi adalah orang Azerbaijan yang terpaksa meninggalkan rumah mereka ketika wilayah Nagorno-Karabakh serta tujuh distrik di sekitarnya dikuasai oleh pihak Armenia.

Pada tahun 2020, setelah beberapa dekade konflik yang terdiri dari pertempuran kecil, Azerbaijan memulai operasi militer yang akhirnya memicu Perang Karabakh Kedua.

Perang 44 Hari

Dalam waktu singkat, Azerbaijan berhasil menembus pertahanan Armenia dan meraih kemenangan dalam pertempuran yang berlangsung selama 44 hari.

Mereka merebut kembali tujuh distrik serta sepertiga wilayah Nagorno-Karabakh. Analis militer menganggap penggunaan drone yang diperoleh dari Turki dan Israel sebagai salah satu faktor utama dalam keberhasilan Azerbaijan dalam perang tersebut. Akibatnya, setidaknya 6.500 jiwa menjadi korban.

Rusia, yang memiliki perjanjian pertahanan dengan Armenia sambil menjaga hubungan yang baik dengan Azerbaijan, memfasilitasi perundingan gencatan senjata.

Dalam perjanjian tersebut, diatur penempatan 1.960 pasukan penjaga perdamaian Rusia untuk menjaga akses jalur vital wilayah tersebut ke Armenia, terutama melalui koridor Lachin, yang kini berada di bawah kendali Azerbaijan setelah tidak lagi dikuasai oleh pasukan Armenia.