Para Pemimpin Negara-negara Maju Boikot KTT G-8 di Rusia

Para pemimpin Forum Tujuh Negara Maju (G7) saat pertemuan di Den Haag, Belanda.
Sumber :
  • REUTERS/Jerry Lampen/Pool

VIVAnews - Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, dan sesama pemimpin negara-negara maju lainnya sepakat batal hadir dalam KTT Delapan Negara Utama (G8), yang berlangsung di Sochi, Rusia, Juni mendatang. Sebagai gantinya, mereka gelar pertemuan G7 di Brusel, Belgia, tanpa mengundang Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Stasiun berita Channel News Asia, Selasa 25 Maret 2014, melansir langkah ini diambil sebagai sanksi lanjutan atas langkah Rusia yang mencaplok Crimea dari Ukraina. Negara anggota G7 bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi yang lebih tegas terhadap Rusia karena ikut campur dalam urusan dalam negeri Ukraina.

Hubungan antara negara-negara barat dengan Moskow diprediksi telah mencapai titik terendah sejak perang dingin berlangsung.

"Kami tetap siap untuk terus beraksi termasuk mengkoordinasikan sanksi sektoral yang dapat berdampak secara signifikan terhadap perkembangan ekonomi Rusia, apabila Rusia terus memperkeruh situasi," ujar para pemimpin negara G7 dalam sebuah pernyataan tertulis.

Negara anggota G7 muncul dengan satu keputusan yang sama karena mereka merasa berbagi keyakinan dan tanggung jawab serupa. Sementara tindakan Pemerintah Rusia dalam beberapa pekan terakhir tidak sesuai dengan keyakinan mereka.

"Dengan pertimbangan itu, maka kami tidak akan berpartisipasi dalam pertemuan tingkat tinggi Sochi seperti yang telah direncanakan sebelumnya," lanjut para pemimpin negara G7 itu.

Mengetahui langkah itu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, tidak mengambil pusing. Lavrov malah menantang balik negara-negara anggota G7 karena batal hadir dalam KTT G8 di Sochi.

Padahal dia baru saja mengadakan pertemuan bilateral dengan Menlu John Kerry dan Menlu sementara Ukraina, Andriy Deshchytsya.

"Apabila mitra kami dari barat berpikir bahwa format ini (G8) tidak ingin dipertahankan, maka biarkan saja," ungkap Lavrov kepada media.

Rusia pun, ujar Lavrov juga tidak mencoba untuk mempertahankan format semacam ini. "Kami pikir juga tidak ada tragedi hebat apabila format semacam ini tidak dilakukan," imbuh Lavrov.

Dalam kesempatan itu, dia menegaskan kembali bahwa Rusia tidak memiliki niat jahat dengan menjadikan Crimea sebagai wilayah baru mereka. Rusia, kata Lavrov, hanya berniat untuk melindungi warga Rusia yang telah menetap di saa selama ratusan tahun.

Kurangi Ketergantungan

Di mata Menlu Prancis, Laurent Fabius, tidak mengundang Rusia dalam KTT G7 merupakan tindakan yang paling signifikan karena menunjukkan semua negara tidak dapat menerima pencaplokan wilayah Crimea. Kini fokus mereka, ujar Fabius, yakni bagaimana caranya untuk mengurangi ketergantungan energi terhadap Rusia.

"Karena ketika kita berbicara mengenai sanksi, kemungkinan reaksi mengenai pertanyaan energi, akan ikut ditanyakan," kata Fabius.

Dia menambahkan negara Eropa lainnya harus menciptakan sebuah situasi di mana mereka tidak lagi tergantung terhadap energi Rusia seperti saat ini.

Moskow ikut dimasukkan ke dalam klub G7 yang berisi negara-negara dengan perekonomian terkuat di dunia seperti AS, Jepang, Jerman, Italia, Prancis, Kanada dan Inggris, di tahun 1990 silam. Hal itu diberikan sebagai penghargaan karena Rusia memilih meniti jalan demokrasi setelah rezim komunis runtuh. (umi)