Menlu Harus Klarifikasi kepada Malaysia Soal Kapal Nelayan Asing

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside
VIVAnews - Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, meminta kepada Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, agar segera mengklarifikasi kebijakan Presiden Joko Widodo soal penenggelaman kapal asing kepada Malaysia. Sebab, pemberitaannya kian berkembang liar sehingga memunculkan reaksi negatif dari Negeri Jiran itu. 

Demikian isi keterangan tertulis Hikmahanto yang diterima VIVAnews hari Jumat, 28 November 2014. Mantan Dekan Fakultas Hukum UI itu merujuk kepada. 

Dalam pemberitaan hari Minggu, 23 November 2014, Utusan Online menulis berita berjudul "Maaf Cakap, Inilah Jokowi" yang menganggap mantan Gubernur DKI Jakarta itu pemimpin yang sedikit angkuh dalam urusan luar negeri. Saking jengkelnya dengan kebijakan penenggelaman kapal, media tersebut membandingkan ratusan nelayan yang ditangkap dengan para pekerja migran gelap asal Indonesia.

Sama seperti nelayan asing yang mencari nafkah di teritori laut Indonesia, pekerja imigran ilegal itu juga menggantungkan penghasilan di Malaysia. Bahkan, menurut Utusan Online, imigran ilegal asal Indonesia, dianggap kerap berbuat onar dan mengganggu keamanan di Malaysia.

"Dalam konteks ini, Menlu Retno harus bertindak cepat dan memberi klarifikasi ke Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk Indonesia atau Menlu Malaysia, agar permasalahan tidak berkembang secara liar dan berpengaruh terhadap hubungan baik kedua negara," ungkap Hikmahanto. 

Hubungan yang paling penting dijaga, kata Hikmahanto, yaitu hubungan antar warga. 

Menurut dia, ada tiga hal yang perlu dijelaskan kepada pihak Malaysia oleh Menlu Retno. 

Pertama, pernyataan Presiden Jokowi, tidak semata-mata ditujukan bagi nelayan atau kapal penangkap ikan dari Malaysia. 

"Maksud dari pernyataan Presiden kan kapal asing secara umum yang melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia," ujar dia.

Kedua, lanjut Hikmahanto, obyek yang ditenggelamkan adalah, kapal dan tidak termasuk awak atau manusianya. Justru, tegas Hikmahanto, Presiden Jokowi akan melanggar Hak Asasi Manusia, jika ikut meminta agar awak kapal ikut ditenggelamkan. 

"Alasan penenggelaman kapal pun, telah diatur di dalam UU Perikanan tahun 2009 pasal 69 ayat (4). Tujuannya, agar kapal yang sama tidak digunakan untuk melakukan penangkapan ikan secara ilegal," kata Guru Besar Hukum Internasional itu. 

Ketiga, kata dia, perintah penenggelaman kapal, sama sekali tidak bertujuan untuk memprovokasi Negeri Jiran atau kembali menggelorakan semangat "ganyang" Malaysia. 

"Karena, tujuannya semata-mata untuk menegakkan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi di wilayah Indonesia," imbuh dia. 

Klarifikasi tersebut dianggap Hikmahanto penting, agar publik tidak terpengaruh begitu saja dengan pemberitaan yang disampaikan oleh media Malaysia. 

Baca juga: