Selamatkan Bali Nine, Australia Tawarkan Pertukaran Napi

Sumber :
  • REUTERS/Sean Davey
VIVA.co.id - Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop masih tetap mengupayakan berbagai cara agar pelaksanaan eksekusi terhadap duo Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, batal dilakukan. Kali ini Bishop mengusulkan adanya pertukaran narapidana sebagai bagian dari upaya kampanye 11 jam penyelamatan Chan dan Sukumaran.

Kantor berita Reuters , Kamis, 5 Maret 2015 melansir usul tersebut disampaikan melalui pembicaraan telepon dengan Menlu Retno LP Marsudi pada Selasa kemarin. Namun, permintaan itu ditolak oleh Pemerintah Indonesia.

"Saya menyampaikan fakta ada beberapa napi asal Indonesia di Lembaga Pemasyarakatan Australia dan apakah ada sebuah kesempatan bagi kami untuk mempertimbangkan adanya pertukaran napi, pengiriman napi atau mungkin sebuah pengampunan sebagai imbalan pengembalian para napi," ungkap Bishop kepada stasiun berita Sky News.

Dia menambahkan, hanya meminta penghentian sementara ketika Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan eksekusi bagi Chan dan Sukumaran.

"Sehingga, kedua pihak bisa memiliki waktu untuk menjajaki ide tersebut," imbuh Bishop.

Tiga napi asal Indonesia yang dimaksud Bishop diketahui bernama Kristito Mandagi, Saud Siregar dan Ismunandar. Dalam pengadilan yang berlangsung tahun 1998 lalu, ketiganya terbukti menyelundupkan 390 kilogram heroin senilai AUD$600 juta atau setara Rp7,7 triliun.

Namun, menurut pemberitaan terakhir di berbagai media Australia, ketiganya bisa segera menghirup udara bebas di tahun 2017 dan 2018.

Selain itu, menurut Bishop, masih ada jalur hukum yang terbuka bagi keduanya. Sementara, pengajuan banding terus dilakukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Alasan kedua, karena adanya tuduhan yang sedang dipertimbangkan komisi kehakiman di Indonesia, terkait munculnya tuduhan penyuapan dari proses peradilan sebelumnya," imbuh Bishop yang dikutip stasiun berita ABC News.

Namun, lanjut Bishop yang terpenting, konsep belas kasih dan pengampunan memiliki sebuah tempat yang besar di dalam hukum Indonesia. Begitu pula, di dalam hukum yang berlaku di Negeri Kanguru.

"Dan kami meminta agar penyesalan mereka ikut dipertimbangkan," kata Bishop.

Perdana Menteri Tony Abbott pun menyatakan hal senada. Pemimpin Partai Liberal itu menyatakan Chan dan Sukumaran merupakan aset yang berharga bagi Indonesia.

"Kedua pria ini telah menjadi pejuang melawan tindak kejahatan dan mereka merupakan aset bagi Indonesia. Dan ketika Anda memiliki sebuah aset, Anda tidak akan menghancurkannya," kata Abbott.

Di luar gedung Parlemen di Canberra, para politisi berkumpul menggelar doa bersama dan permohonan untuk mengampuni Chan dan Sukumaran. Mereka menyalakan lilin seraya membuat pernyataan menolak hukuman mati di Indonesia.

"Apa pun yang terjadi, tekad kami tidak akan tergoyahkan. Kami ingin melihat negara-negara yang masih memberlakukan eksekusi mati menghapuskan hukuman tersebut," ujar Pastor di Gedung Parlemen, Philip Ruddock.

Tanggung jawab konstitusi

Di tempat berbeda, Presiden Joko Widodo menyebut pelaksanaan eksekusi merupakan tanggung jawab konstitusi yang harus dijalankan. Dia membantah, saat menolak grasi para terpidana mati tidak memikirkan secara matang.

"Saya sebagai seorang Presiden wajib mengikuti aturan konstitusi yang masih mengizinkan adanya eksekusi mati. Vonis mereka itu telah dijatuhkan oleh pengadilan," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu kepada stasiun berita Al-Jazeera.

Dia menyebut, turut memeriksa dokumen grasi yang diajukan kepadanya.

"Ketika saya menolak memberikan grasi, saya juga melihat kasus mereka. Berapa banyak narkoba yang mereka bawa, berapa banyak yang berhasil didistribusikan, berapa kilogram mereka mendiristribusikannya, berapa ratus atau ribuan pil yang berhasil didistribusikan," papar Jokowi.

Pada Rabu kemarin, Chan dan Sukumaran telah dipindahkan dari Lapas Kerobokan, Denpasar ke Pulau Nusakambangan. Namun, Jokowi memastikan eksekusi tidak akan dilakukan pekan ini.

Baca juga: