Makin Terdesak, ISIS Pindahkan 'Ibu Kota'

Parade militan ISIS di Raqqa, Suriah.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Kelompok Daulah Islamiyah Irak dan al-Syam (ISIS) diperkirakan memindahkan "ibu kota" di Suriah, dari Raqqa ke Mayadin, Provinsi Deir ez-Zor.

Pemindahkan ini lantaran serangan terus-menerus dilakukan pasukan koalisi, baik yang didkung Amerika Serikat maupun Rusia, sehingga membuat para jihadis semakin terdesak.

Menurut sumber di Departemen Pertahanan AS (Pentagon), seperti dikutip Russia Today, Minggu, 23 April 2017, selama dua bulan terakhir, sekitar 3.500 pejuang ISIS masih menguasai Raqqa.

Kota berpenduduk sekitar 300 ribu jiwa itu dikuasai ISIS pada 2013. Namun, ratusan "birokrat" ISIS telah meninggalkan Raqqa menuju kota Mayadin, berdasarkan pantauan pesawat tak berawak milik militer AS.

Mayadin terletak sekitar 40 kilometer dari Deir ez-Zor, yang berbatasan langsung dengan Irak, serta kawasan misterius bagi pasukan AS dan Yordania.

Deir ez-Zor sendiri masih dikuasai ISIS sejak Juli 2014 dan lokasi strategis bagi ISIS karena kota itu merupakan tulang punggung industri pengilangan minyak di Suriah.

Wilayah itu juga menghubungkan ISIS di Suriah dengan unit-unit mereka di kota Raqqa, Irak. Jika memang benar demikian, maka hal ini akan mempercepat operasi pengepungan Raqqa.

Washington diketahui telah mendukung Pasukan Demokratik Suriah (SDF), merupakan aliansi sebagian besar diisi orang Kurdi, dalam serangan yang dikenal sebagai Operation Euphrates Rage.

Tugas pasukan yang diluncurkan pada November tahun lalu ini, bertujuan untuk mengepung dan merebut kembali Raqqa.

Pada kesempatan terpisah, Juru Bicara Kementerian Rusia, Igor Konashenkov mengungkapkan, kekerasan di Suriah hanya bisa diselesaikan melalui rekonsiliasi.

Rusia sendiri telah mengirimkan ribuan ton bantuan kemanusiaan ke Aleppo, Hama, Homs, Damaskus, Latakia, Palmyra, dan Deir ez-Zor.

"Moskow telah berulang kali mengingatkan mengenai situasi kemanusiaan yang mengerikan di Raqqa dan Deir ez-Zor. Kami menyerukan agar Barat menghentikan aksi kekerasan ini dan tidak menyalahkan Rusia atas kejadian itu," ungkap Konashenkov.