Satu dari Lima Anggota DPR Inggris Terlibat Nepotisme

Bendera Inggris berkibar di depan gedung Parlemen.
Sumber :
  • Reuters/Rob Stodhart

VIVA.co.id – Ternyata nepotisme bukan hanya isu di Indonesia. Di Inggris praktik nepotisme bahkan dilakukan oleh anggota parlemen.

Badan Pengamat dan Pengatur Dana Parlemen Inggris (IPSA) merilis data terbaru soal kelakuan para anggota parlemen. Mereka memunculkan data, satu dari lima anggota parlemen mempekerjakan anggota keluarganya.

Data terbaru yang dirilis oleh IPSA menyebutkan, dari 589 anggota lama, 122 diantaranya mengaku mempekerjakan anggota keluarganya di parlemen. Padahal anggota keluarga yang mereka pekerjakan itu digaji menggunakan uang pajak rakyat.

Diberitakan oleh BBC, 31 Juli  2017, praktek ini dilarang untuk anggota baru parlemen. 61 anggota baru yang mendapatkan kursi mereka dalam pemilihan umum 8 Juni lalu tidak diperbolehkan melakukan hal serupa.  Pelarangan tersebut sudah dilakukan oleh IPSA pada bulan Maret lalu. Lembaga ini mengatakan, praktik mempekerjakan keluarga sendiri sudah keluar dari garis tata kerja modern, dan tidak akan diperbolehkan bagi anggota parlemen baru di periode selanjutnya.

Alexandra Runswick, Direktur Unlock Democracy, yang rutin melakukan kampanye untuk mereformasi pemilu di Inggris, mengatakan larangan bagi anggota parlemen baru untuk mempekerjakan anggota keluarga mencerminkan kecemasan publik mengenai nepotisme dan penyalahgunaan uang rakyat. Namun ia memberi kesempatan agar terjadi periode transisi.

"Sebaiknya diadakan periode transisi. Kendati pemilu terdahulu mengharuskan peraturan-peraturan ini diberlakukan tiga tahun lebih cepat dari perkiraan, akan tetapi, perlu ditetapkan tenggat waktu yang jelas. Jika anggota-anggota parlemen yang memekerjakan anggota keluarganya dianggap salah secara prinsip, maka kapan anggota parlemen tersebut pertama kali terpilih tidak relevan. Walaupun masuk akal untuk memberi perlindungan kepada karyawan, penting untuk kita bergeser ke pada aturan yang berlaku untuk semua anggota parlemen," ujarnya seperti dikutip dari BBC, 31 Juli 2017.

Setelah kasus skandal anggaran pada tahun 2010, anggota parlemen sempat marah karena diberlakukan pembatasan, yaitu hanya satu anggota keluarga saja yang boleh dipekerjakan. Larangan ini ditetapkan ketika Perdana Menteri Theresa May mengumumkan dilangsungkannya pemilihan umum yang dipercepat. Namun demikian, anggota parlemen dari periode sebelumnya diperbolehkan melanjutkan perjanjian kerja dengan anggota keluarga yang masih bekerja di Parlemen.

Darren Hughes, Kepala Eksekutif Electoral Reform Society, menilai penghapusan praktek tersebut adil. "Dengan tingginya laju pergantian baik anggota parlemen maupun karyawan, jelas bahwa dalam beberapa siklus pemilihan berikutnya, aturan ini akan berlaku pada kebanyakan staf di Parlemen," ujarnya.

Ia juga meyakinkan, pemilih harus bisa percaya bahwa demokrasi kita dijalankan secara terbuka dan transparan dan mengajak publik menyambut langkah-langkah reformasi yang diambil para pejabat Parlemen. (ren)