Waspada Hujan Lebat Beberapa Hari ke Depan, Ini yang Bisa Dilakukan

Di depan rumah di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, yang terendam banjir, seorang bocah terlihat bermain. - Agung Fatma Putra/Getty
Sumber :
  • bbc

Hujan sangat lebat diprediksi akan mengguyur Jakarta dan sekitarnya dalam waktu dekat - apa langkah antisipasi jangka pendek yang disiapkan pemerintah dan warga yang kemungkinan terdampak banjir?

Nunung Nurhayati sudah membersihkan rumahnya dalam beberapa hari terakhir, tetapi lumpur sisa banjir masih terlihat di rumahnya di Kampung Tanah Rendah, Kampung Melayu, Jakarta, Kamis (09/01).

Di rumah lantai dua, yang terletak di gang sempit, terlihat beberapa peralatan makan yang masih berserakan serta tumpukan baju yang belum kering.

Peralatan makan di lemari juga masih berlumpur. Perempuan berusia 57 tahun tersebut mengaku bahwa ia sempat mencuci barang-barangnya dengan air sungai Ciliwung, lantaran air pipa baru menyala di kampung ini tiga hari usai banjir pada Tahun Baru.

"Sesudah dibersihkan pakai air kali saya membersihkan barang-barang lagi dengan air PAM karena air PAM baru menyala tanggal 4 Januari, kalau capek saya istirahat sebentar, terus lanjut lagi...baru selesai bersih-bersih hari ini," kata Nunung pada Kamis (09/01).

"Saya juga baru mencuci baju hari ini, ada sebagian yang saya buang seperti mukena karena jatuh terkena lumpur, dapur sudah bersih semua, tinggal lantainya sedikit lagi."

Namun Nunung tampaknya masih perlu waspada dalam beberapa hari ke depan, mengingat potensi hujan di Jakarta yang diperkirakan lebat sampai hari Minggu (12/01) menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

"Potensi hujan di wilayah Jabodetabek lebih didominasi hujan intensitas sedang hingga lebat, dan di beberapa tempat sangat lebat, periodenya dari tanggal 9 sampai 10 Januari, untuk tanggal 11-12 Januari, relatif trennya penurunan," ujar Hary Tirto Djatmiko, juru bicara BMKG.

"Hujan yang intensitas lebat ini tidak sebesar hujan pada tanggal 31 Desember dan 1 Januari 2020, jadi masyarakat harus tetap waspada. Kewaspadaan ini perlu ditingkatkan jadi kesiagaan apabila hujan intensitas lebat hingga sangat lebat berdurasi 3 jam, atau bahkan lebih dari 3 atau 5 jam," katanya.

Musim hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya sendiri diperkirakan baru akan mencapai puncaknya pada bulan Februari dan Maret, sehingga warga yang tinggal di kawasan rawan banjir seperti Nunung dihimbau untuk tetap waspada.

"Untuk wilayah Jabodetabek secara umum berakhirnya (musim hujan) itu sekitar April, lalu untuk musim hujannya, dengan curah hujan di atas 150 mm per hari itu diperkirakan sampai April dan Mei. Untuk puncaknya didominasi di bulan Februari dan Maret," kata Hary.

Seperti apa mitigasi banjir yang disiapkan?

Proyeksi cuaca tersebut cukup membuat Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengeluarkan peringatan bagi warganya yang tinggal di Indonesia untuk mempersiapkan rencana respon darurat guna mengantisipasi banjir di kemudian hari.

Kedubes AS juga telah mengumpulkan beberapa tautan seperti Peta Bencana, notifikasi darurat bagi pelancong, serta rencana tanggap darurat bagi rumah tangga, kantor, dan sekolah.

Untuk mengantisipasi kemungkinan banjir akibat hujan lebat, pemerintah provinsi DKI Jakarta mengklaim telah menyiapkan solusi jangka pendek, yakni dengan membekali lurah dengan pengeras suara dan sirine, kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Kita sejak kemarin itu review SOP ( Standard Operating Procedure ) yang selama ini ada dan salah satu hal yang akan diterapkan baru adalah, bila ada kabar (banjir), pemberitahuannya langsung ke warga bukan melalui jenjang…(pihak) kelurahan bukan (memberi informasi) ke RT atau RW, tapi langsung ke masyarakat," kata Anies Baswedan, kepada wartawan, Rabu (08/01).

"Lurah keliling untuk membawa toa (pengeras suara) untuk memberitahu semuanya, termasuk sirine, karena pada malam itu pemberitahuan (ada) tapi karena malam hari diberitahunya lewat HP jadi sebagian tidak mendapat informasi," kata Anies.

Sementara itu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) berencana akan terus melakukan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sampai intensitas hujan di wilayah Jabodetabek tidak lagi sedang atau lebat.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengklaim bahwa operasi ini telah sukses menurunkan hujan di perairan barat laut dan barat daya Jabodetabek.

Operasi ini sendiri telah dilakukan sejak 3 Januari, di mana BPPT dan TNI telah melakukan 20 sorti penerbangan dengan total bahan semai sebanyak 32 ton Natrium Klorida.

Respon pemda `perlu diperbaiki`

Meski demikian, Eko Teguh Paripurno, pakar mitigasi bencana dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, menilai banyak aspek dari respon pemerintah daerah yang terdampak banjir yang banjir masih perlu diperbaiki.

Dari segi mitigasi bencana, menurutnya, ada beberapa kategori yang belum terpenuhi, seperti sistem peringatan dini, mekanisme evakuasi, serta rehabilitasi lingkungan pasca bencana.

"Menurut saya, Daerah Aliran Sungai itu belum baik dalam mengelola upaya-upaya mencegah (banjir), belum baik dalam upaya mitigasi, belum baik dalam peringatan dini dan darurat, dan bisa jadi besok tidak baik dalam rehabilitasi lingkungan," kata Eko kepada BBC Indonesia.

"Tata ruang buruk, tidak ada sistem resapan, bendungan belum jadi, hampir semua orang, baik di hulu atau di hilir, tidak merasa harus punya sumur resapan dan tandon embung," paparnya.

Sementara itu, polemik naturalisasi versus normalisasi yang muncul setelah banjir dinilai tidak relevan untuk memperbaiki tata kelola banjir, katanya.

"Kedua hal tersebut harus dilakukan beriringan di tempat yang berbeda, namun sungai dibiarkan sempit, tanggul dibiarkan rendah, dan pompa dibiarkan mati…itu mitigasi yang tidak bagus," jelas Eko.

Sementara, Menteri Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan pihaknya sempat memetakan beberapa penyebab banjir di wilayah Jabodetabek.

Menurutnya, dari 180 titik banjir sesuai data BNPB, pihaknya mendapati banyak drainase yang tersumbat, 11 pintu air rusak, tanggul jebol di 44 titik, kerusakan pompa air di dua titik.

Mereka juga menemukan luapan air sungai dan saluran di 62 titik, serta genangan air di jalan tol di enam titik.

Apa yang harus dilakukan untuk antisipasi banjir mendatang?

Mengingat musim hujan belum usai, pemerintah provinsi DKI Jakarta dinilai masih dapat memperbaiki upaya mitigasi bencana banjir.

Caranya, menurut Eko, dengan membersihkan kanal-kanal yang tersumbat, memperbaiki pompa air, dan menyiapkan tempat-tempat evakuasi yang lebih baik selain lapangan dan halaman gedung pemerintahan.

"Saya optimis itu bisa dilakukan, tapi menjadi tidak optimis kalau orang ribut saling menyalahkan, sumber dayanya itu ada untuk melakukan perbaikan mitigasi bencana," kata Eko.

Jika dilakukan dengan benar, banjir Jakarta tidak akan lagi memakan korban jiwa dan merusak aset-aset bergerak lainnya, menurutnya.

"Tapi kalau pemerintah hanya diam saja, saya tidak optimis, memang dibutuhkan kesadaran kritis atas kejadian yang terjadi kemarin, karena ini adalah kesempatan untuk mendidik kita semua," ujarnya.

Warga yang tinggal di kawasan rawan banjir pun sebenarnya tidak perlu pindah, namun mereka harus memiliki cara-cara tersendiri untuk merespon banjir dan tahu kapan harus menghindar dari bahaya sampai situasi dianggap aman, jelas Eko.

`Sudah kodrat (banjir), berdoa saja beramai-ramai`

Sementara itu, warga seperti Nunung yang telah bertempat tinggal di kawasan langganan banjir sejak lahir memiliki metode `mitigasi` tersendiri.

Pada banjir malam Tahun Baru, ia mengerahkan anak dan teman-teman anaknya untuk membantunya mengangkut kasur dan baju-baju ke lantai dua, meskipun beberapa peralatan elektronik seperti TV rusak lantaran tidak sempat diamankan.

Walaupun demikian, ia mengaku hanya dapat pasrah dan berdoa jika banjir datang lagi dalam waktu dekat.

"Sudah kodrat mau diapain , saya berdoa saja kan ramai-ramai kebanjirannya, tidak sendiri, ramai-ramai juga bersih-bersihnya," ujar Nunung sembari tergelak.

"Di sini tidak ada yang mau pindah karena aman lingkungannya, dan kalau ingin berdagang makanan di sini serba laris karena ramai sampai malam," tambahnya.

"Kalau banjir lagi, barang-barang kita naikin lagi, sudah biasa di sini sih , tidak ada yang menangis dan tidak ada yang sedih."