Jeritan Pilu Guru Honorer di Hari Buruh

Warseno di sela unjuk raya May Day atau hari buruh di Jakarta, 1 Mei 2016.
Sumber :
  • Moh Nadlir/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Salah seorang guru honorer K2 mengaku diminta menandatangani surat pernyataan agar tidak menuntut untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil oleh Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan. Itu dianggap perlu dilakukan jika ingin gajinya disesuaikan dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta Rp3,1 juta.

Warseno mengungkapkan, dia sudah 15 tahun menjadi guru honorer, namun hingga kini setiap bulannya, ia hanya menerima upah dari hasil memeras keringatnya sebesar Rp600 ribu.

Guru Sekolah Dasar (SD) yang mengajar mata pelajaran olahraga itu juga mengeluh, tidak ada tunjangan lain yang dia dapat, misal seperti tunjangan kesehatan dan lainnya, selain dengan gaji kecil yang dia terima tersebut.

"Cuma terima Rp600 ribu per bulan, malah kalau di daerah Rp300 ribu. Tunjangan tak ada sama sekali, berobat saja pakai BPJS. Saya bayar tiap bulan, itu juga kelas tiga (BPJS)," ungkap pria berusia 42 tahun itu, di Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Minggu, 1 Mei 2016.

Karena itu, kata Warseno, jika upahnya ingin disetarakan dengan UMP DKI Jakarta, dia harus menandatangani surat pernyataan agar tidak menuntut untuk diangkat menjadi PNS oleh Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan.

"Mereka buat sistem lucu. Jadi kalau mau UMP, ya tanda tangan surat itu agar tidak menuntut sebagai PNS. Surat pernyataan itu khusus DKI, tidak diangkat tapi dikasih UMP," ujar dia.

Menurut dia, ketentuan itu sudah ada sejak enam bulan lalu. Bahkan kata dia, jika tidak lulusan S-1 atau sarjana, para guru honorer itu upahnya tidak akan disesuaikan dengan UMP DKI Jakarta. "Kalau tidak sarjana tidak UMP. Sudah enam bulan pernyataan itu ada. Tidak ada peduli guru honorer. Selama ini tuntutan guru honorer tak pernah didengar," ujar dia.

Warseno menegaskan, seharusnya guru honorer K2 mulai 2016 hingga 2018 sudah harus diangkat menjadi PNS. "Bang Ahok, save guru honorer DKI, guru juga buruh," bunyi pesan yang tertulis di poster yang dibawa Warseno.