Ahok Menilai MRT Dibangun dengan Kajian Tak Tepat

Jokowi tinjau proyek bawah tanah MRT
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan bahwa proyek kereta angkut massal cepat atau Mass Rapid Transit (MRT) yang saat ini sedang dibangun di wilayah DKI Jakarta, idealnya, dibangun terlebih dahulu di jalur timur hingga barat.

Hal itu dikarenakan padatnya arus lalu lintas di jalur itu. Sebuah layanan transportasi cepat dibutuhkan untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke transportasi umum.

"Volume terbesar (lalu lintas) itu sekarang dari timur ke barat," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki di Balai Kota DKI, Rabu, 25 Mei 2016.

Namun nyatanya, MRT yang dibangun sejak masa pemerintahan Gubernur DKI, Joko Widodo di tahun 2013, mula-mula, dibangun di jalur selatan ke utara. Sulitnya pembebasan lahan untuk jalur timur-barat menjadi penyebab hal tersebut.

Selain itu, dalam membangun MRT, pemerintah sebenarnya menggunakan landasan kajian kondisi wilayah 26 tahun lalu, saat kondisi Jakarta berbeda jauh dengan kondisinya saat ini.

"Kajiannya 26 tahun yang lalu yang kita pakai," ujar Ahok.

Ahok mengatakan, dalam membangun proyek infrastruktur, pemerintah memang kerap menggunakan kajian yang relevansinya telah berkurang. Dalam kasus proyek MRT, karena keberadaan layanan transportasi cepat sangat mendesak, proyek itu tetap dilaksanakan dengan banyak penyesuaian di lapangan.

Meski demikian, Ahok mengatakan, di bawah kepemimpinannya, ia berusaha agar pemerintah selalu menggunakan kajian yang tepat sebagai dasar melakukan pembangunan infrastruktur.

Ahok mengatakan, ia baru saja menolak usulan Dinas Bina Marga DKI, untuk membangun sebuah jembatan layang (fly over) yang diklaim bisa mengurangi kemacetan di salah satu titik di Jakarta.

Setelah kajian teknis dilihat, jembatan layang ternyata dibangun dengan asumsi kondisi Jakarta saat jalan tol dalam kota Jakarta belum pada kondisinya seperti sekarang. Bila terlaksana, pembangunan jalan layang hanya akan menghamburkan anggaran tanpa dampak yang signifikan untuk mengurangi kemacetan.

"Semalam saya suruh batalkan (rencana pembangunan fly over). Setelah saya pelajari, dia terlalu panjang. Enggak mengurangi kemacetan," ujar Ahok.

Ahok mengatakan, sikap yang sama ia ambil saat mengkaji peraturan pengganti three in one di jalan protokol. Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI banyak mewacanakan aturan pengganti dari sistem ganjil genap, hingga sistem satu arah.

Namun, selain jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ ERP), Ahok belum menentukan aturan lain yang pasti akan diterapkan. Hal itu dikarenakan Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI, sama sekali belum membuat kajian yang mendetail terhadap rencana diterapkannya aturan.

"Kajiannya belum datang (penerapan sistem satu arah). Saya harus lihat dulu kajiannya," ujar Ahok.