Peringatan Hardiknas 2024

Kontroversi Penetapan Kurikulum Merdeka Menjadi Kurikulum Nasional

Syabar Suwardiman, Asesor Program Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak
Sumber :
  • Istimewa

Setiap pergantian kurikulum memiliki efek domino yang sangat luas. Paling mudah dipahami masyarakat pada setiap pergantian kurikulum berarti buku pelajaran juga berganti. Buku peninggalan kakaknya tidak bisa digunakan lagi. Bagi guru berarti akan membuat administrasi baru, mengikuti pelatihan untuk memahami kurikulum baru.
oleh: Syabar Suwardiman, Asesor Program Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak

Dibuka Melemah, IHSG Masih Dibayangi Koreksi Meski Bursa Asia-Pasifik Menguat

VIVA – Tema Hari Pendidikan Nasional 2024 seakan menegaskan keteguhan Nadiem kepada para pengkritik Kurikulum Merdeka yang telah ditetapkan menjadi Kurikulum Nasional, “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. Seperti kata pepatah “biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. 

Para pengkritik menyatakan, Kurikulum Merdeka masih jauh dari sempurna atau lengkap untuk dijadikan Kurikulum Nasional. Pertama lemah dalam naskah akademiknya, kedua belum terbentuk kerangka dasar sebagaimana sebuah kurikulum pendidikan. Naskah akademik adalah kajian bersifat ilmiah mengapa sebuah kurikulum diterapkan, mencakup filosofi dan kerangka konseptual. Naskah ini bersifat terbuka dan berisi argumen-argumen perubahan kurikulum. 

Prabowo: Pendidikan dan Kesehatan Jalan Keluar dari Kemiskinan

Kritik itu dijawab langsung oleh Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, “Segala kebijakan pendidikan menyeluruh itu kami dasarkan atas kajian. Agar bukan hanya semata-mata keputusan politik, tetapi itu harus bisa diterjemahkan menjadi program yang tepat dengan strategi yang tepat”. Lebih lanjut Anindito menyatakan: “Bahkan untuk kurikulum merdeka itu kajian akademik atau naskah akademiknya sudah ada dan terbuka diakses di Website kurikulum Kemendikbudristek.” 

Pergantian Kurikulum

Guru di Subulussalam Aceh Diduga Cabuli 13 Muridnya

Ilustrasi guru mengajar.

Photo :
  • Pixabay

Setiap pergantian kurikulum memiliki efek domino yang sangat luas. Paling mudah dipahami masyarakat pada setiap pergantian kurikulum berarti buku pelajaran juga berganti. Buku peninggalan kakaknya tidak bisa digunakan lagi. Bagi guru berarti akan membuat administrasi baru, mengikuti pelatihan untuk memahami kurikulum baru. Pemerintah akan disibukkan dengan berbagai program, mulai dari sosialisasi, mengadakan berbagai pelatihan secara berjenjang agar segera sampai ke pelaksana lapangan yaitu satuan pendidikan.

Pemerintah berdalih pergantian kurikulum adalah sesuatu yang lumrah untuk menjawab tantangan zaman. Namun ketika mutu pendidikan tidak juga tercapai apakah kurikulum yang harus diganti atau ada sesuatu yang jauh lebih penting untuk dilakukan. Jika diibaratkan perang kurikulum itu adalah sebuah peta untuk memenangkan peperangan, kalau yang membaca petanya tidak paham akankah kemenangan tercapai?

Kurikulum yang ideal adalah sesuai dengan tujuan berbangsa yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Inilah kurikulum yang diharapkan (intended curriculum) terwujud di lingkungan pendidikan. Ujungnya adalah dapat dicapai oleh peserta didik (achieved curriculum). Salah satu prinsip utama dalam perancangan kurikulum adalah memberikan fleksibilitas kepada satuan pendidikan, pendidik serta peserta didik. Kurikulum diharapkan hanya sebagai pemandu daripada mengatur secara ketat pelaksanaan kurikulum.  

Pengamat pendidikan Indra Chariamiadji mengatakan; “gonta-ganti kurikulum pertanda tidak waras”. Indra menyampaikan hal ini setahun lalu saat Rapat Dengar Pendapat Umum DPR RI. Berdasarkan paparan Indra mengapa malah kurikulum yang berganti padahal sedang tidak bermasalah dan bukan bagian dari rekomendasi. Rekomendasi utama berdasarkan hasil evaluasi adalah pada sumber daya manusianya. Hal ini berdasarkan pada penilaian kompetensi guru yang telah dilakukan pemerintah, hasilnya menunjukkan kemampuan guru yang masih rendah. 

Potensi Masalah pada Kurikulum Merdeka

Menghidupkan Lentera Pendidikan Melalui Kurikulum Merdeka. (Foto: Ilustrasi)

Photo :
  • vstory

Curhatan guru secara bercanda pada aplikasi Tiktok menggambarkan realitas yang sebenarnya di lapangan. Prinsip fleksibilitas, kemampuan menafsirkan dan menyederhanakan kurikulum agar mudah tersampaikan pada akhirnya menjadi beban administrasi Kembali. Paling terasa adalah bertambahnya pekerjaan guru atau lebih tepatnya beban guru. Guru bertambah kesibukannya, karena tugasnya menjadi ganda.

Dengan adanya platform merdeka mengajar atau PMM selain disibukkan keikutsertaan dalam tugas-tugas daring, guru juga disibukkan dengan tugas-tugas luring. Fenomena ini secara kasatmata ditemui pada guru-guru di kota, yang prasarana dan sarananya mendukung. Mudah untuk memahami hal ini, pemerintah pusat memiliki anggaran dan peran besar antara lain diwujudkan melalui PMM, pemerintah daerah melalui dinas pendidikan memiliki anggaran dan kewenangan untuk membina guru-guru di daerahnya  masing-masing.

Sebaliknya di daerah terpencil, internet tetap terbatas, pembinaan luring juga jarang dilakukan. Terjadi ketimpangan. Tak jarang seorang guru di daerah harus pergi berpuluh kilometer ke kota kecamatan untuk mendapatkan sinyal internet. Bisa dibayangkan sebaliknya untuk pembinaan langsung dari pengawas, dengan moda transportasi yang terbatas, berapa kali pengawas bisa hadir ke sekolah binaan?

Guru sebagai Kunci

Ilustrasi guru mengajar siswa.(DOK. Kemendikbud Ristek)

Photo :
  • vstory

Kemampuan untuk melakukan fleksibilitas dan menyederhanakan kurikulum sehingga dapat dengan mudah menjadi kurikulum yang dapat dipelajari kuncinya ada pada guru yang berkualitas, cerdas dan memiliki kemampuan literasi yang baik. Hal ini juga dinyatakan oleh Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji,  prioritas perbaikan dunia pendidikan kita adalah pada sumber daya manusianya, khususnya guru. Menurut Indra, justru inilah yang direkomendasikan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

Pendapat ini dikuatkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anis Baswedan, “apa pun kurikulumnya, guru adalah kuncinya”. Perbaikan mutu guru dimulai dari perekrutan awal, pelatihan yang terusmenerus, evaluasi dan tentunya adalah penghargaan.

Akhirnya tulisan ini penulis tutup dengan pesan dari salah seorang mantan kepala sekolah, yang sampai saat ini dicintai oleh seluruh muridnya. “Guru itu setiap saat seperti berhadapan dengan perang, persenjatai mereka dengan senjata dan bekal yang memadai agar mampu memenangkan perang di setiap zamannya dan melahirkan generasi penerus sesuai dengan tujuan pendidikan serta menjadi generasi emas pada setiap zamannya.”

Selamat Merayakan Hari Pendidikan Nasional, Bergerak Bersama untuk Kejayaan Indonesia!

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya