Traktir Mirna, Ahli Psikologi Sebut Jessica Bangun Alibi

Sidang Lanjutan Jessica - Pemutaran Ulang CCTV
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhammad Solihin

VIVA.co.id – Ahli psikologi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada sidang pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, menyebut terdakwa membangun alibi dengan cara membelikan minum untuk korban.

Antonia Ratih Andjayani psikolog yang memberikan kesaksian di sidang menyebut, idealnya itikad baik Jessica tidak sekadar membelikan minum untuk mentraktir kedua temannya, yakni Mirna dan Boon Juwita alias Hani. "Merujuk kepada itikad untuk membalas kebaikan, ditraktir, idealnya tidak hanya minuman," katanya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 15 Agustus 2016.

Biasanya, selain memesan minuman, seseorang juga akan memesan camilan sebagai pendamping. Hal itu didasarkan pada hasil observasi dan mempelajari sikap konsumen lain di Kafe Olivier.

"Tapi camilan ada sesatu yang aneh, apalagi gadis-gadis. Pada umumnya dia akan memesan minuman dan juga cemilan. Dasarnya dari mana, dari hasil observasi. Saya juga mempelajari orang-orang. Itu menjadi tidak lazim juga," tambahnya.

Kejanggalan ini yang membuat Ratih menyimpulkan Jessica sedang membentuk alibi, untuk memperlihatkan dia berada di tempat lain saat peristiwa pidana itu terjadi.

"Saya mempersepsi yang bersangkutan membentuk alibi, dia di tempat tertentu, dengan foto. Bahwa foto ada (bukti) fisik, bisa saja. Tapi ini perlu digali lagi," kata dia.

Secara psikologis, Ratih mengungkapkan, momen paling nyaman untuk menaruh sianida ke dalam es Kopi Vietnam yang dipesannya itu adalah saat tertutup paper bag. "Kemungkinan terjadi ketika Es Kopi Vietnam berada di belakang paper bag," jelasnya.

Dari pengamatannya terhadap perilaku pengantar minuman dan karyawan Kafe Olivier melalui rekaman kamera closed circuit television, menurut Ratih, semuanya tidak memiliki kesempatan menaruh sianida.

"Jadi kemungkinan bisa dilakukan adalah pada saat paper bag ada di depan dan gelas minuman ada di belakang," ucapnya.

Meski begitu, Ratih tak bisa memastikan apakah itu benar terjadi karena bukan bidang keahliannya. Kebenaran itu perlu pembuktian tersendiri.