Telat Hadir, Puluhan PNS DKI Tak Ikut Upacara Sumpah Pemuda

Puluhan PNS tak bisa ikut upacara Hari Sumpah Pemuda lantaran terlambat hadir.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Anwar Sadat

VIVA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 89, di lapangan eks Irti Monas, Jakarta Pusat, Senin 30 Oktober 2017 pagi. Upacara tersebut dimulai sekira pukul 07.30 WIB.

Saat upacara telah dimulai ternyata masih banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Provinsi DKI masih berada di luar area upacara. Mereka terlambat tiba di lokasi upacara. Mereka tidak diperbolehkan masuk. Pintu gerbang eks IRTI Monas ditutup dan dijaga petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). 

Salah seorang PNS mengaku sudah berusaha datang lebih pagi. Namun  perjalanan dari rumahnya di Jakarta Timur tidak dapat ditempuh dalam waktu singkat. "Tadi udah dari pagi sih jalan tapi sampe sini upacara udah mulai. Jadi ya enggak bisa masuk," kata PNS yang enggan disebutkan namanya tersebut.

Pria berseragam Korpri tersebut mengaku terjebak kemacetan di kawasan Cakung. "Biasa emang lagi pembangunan jadi jalanan macetnya lebih parah dari biasanya. Besok saya akan datang lebih pagi lagi," ujarnya.

Upacara ini dipimpin langsung Gubernur Anies Rasyid Baswedan. Wakil Gubernur Sandiaga Uno juga hadir di lokasi upacara.  Para peserta upacara terdiri dari para PNS DKI, beberapa ormas dan para pelakar SMA di DKI Jakarta.

Persatuan lewat Kreativitas

Anies berpesan kepada anak-anak muda, khususnya di Ibu Kota Jakarta, untuk menjaga persatuan lewat kreativitas, serta berperan bukan hanya di level lokal tapi global. 

"Hari ini adalah hari di mana ruang kreativitas besar, pada masa itu kreativitas yang dibutuhkan untuk memastikan bangsa ini punya pondasi baik, kuat, satu bahasa menjadi penting. Kami berharap generasi baru Indonesia bisa juga berperan di tingkat global karyanya," kata Anies. 

Anies mengingatkan pentingnya menjaga bahasa nasional. Idealnya, anak Indonesia menguasai tiga bahasa yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa internasional. Dengan begitu, bahasa daerah dapat berkembang, bahasa nasional terjaga, dan bahasa internasional bisa berkomunikasi di dalam kancah global. 

"Kalau di Jakarta minimal bahasa Indonesia, kedua bahasa internasional. Tapi idealnya ada tiga dengan begitu bahasa daerah tumbuh berkembang," ujarnya. (ren)