Menteri Yasonna Minta Masyarakat Tak Hakimi Anak Eks Napi
- VIVA/Sherly
VIVA – Ratusan narapidana anak yang menghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Tangerang dipertemukan dengan para ibu mereka dalam sebuah kegiatan bertajuk “Tetap Ceria Meraih Asa” pada Selasa, 17 April 2018.
Mereka disilakan membasuh kedua kaki ibu masing-masing sebagai upaya menumbuhkan rasa kasih sayang kepada orangtua yang telah lama tidak bertemu.
Kegiatan serentak oleh 3.000 anak di 33 lapas khusus anak se-Indonesia dalam rangka memecahkan rekor Muri itu disaksikan juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, di LPKA Tangerang. Menteri tak mampu menahan air mata saat melihat anak-anak menangis di hadapan ibu mereka.
"Ini bagaimana menyatukan ibu dan anak. Kalau dilihat, mereka menunjukkan bagaimana orangtua mengasihi, sehingga dengan hubungan ini, mereka dan orangtua saling mengasihi. Ini juga bagian dari pola kesehatan psikologis," katanya.
Tindak kejahatan yang dilakukan anak-anak itu, menurut Yasonna, merupakan dampak atau pengaruh faktor lingkungan sosial, bukan dari diri mereka masing-masing. "Mereka ini terjebak karena terbentuk jahat dari (lingkungan) sosial, bukan diri sendiri. Jadi janganlah nantinya dihakimi (oleh masyarakat setelah mereka bebas)," ujarnya.
U (13 tahun), seorang anak narapidana dengan kasus begal, senang bertemu dengan ibunya terutama menjelang Ramadan. Dia memanfaatkan pertemuan itu untuk meminta maaf kepada ibunya. Dia juga berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatan kriminalnya.
Ada juga seorang ibu tak henti menangis melihat keadaan sang anak yang sedang menjalani hukuman di lapas. Dia mencoba ikhlas menjalani bulan puasa tahun ini tanpa anak bungsunya yang menjalani hukuman di lapas itu.
Bangun 10 LPKA baru
Sementara itu, Kementerian Hukum dan HAM tengah membangun 10 LPKA baru di 10 wilayah Indonesia, antara lain di Medan, Pekanbaru, Yogyakarta, Palangkaraya, Samarinda, Martapura, Ambon, dan Manokwari. Pembangunan itu untuk memenuhi kebutuhan kekurangan LPKA, yang sekarang kebanyakan masih menyatu dengan lapas bagi orang dewasa.
Sesuai standar, menurut Yasonna, seharusnya LPKA dipisahkan dengan lapas untuk orang dewasa, meski kebanyakan cuma beda blok, namun di satu lahan. Pembangunan 10 LPKA itu ditargetkan rampung pada 2020, sehingga napi anak sudah dipisah dengan napi dewasa.
Pada 2019, dibangun empat LPKA lain di wilayah yang juga belum memilikinya, antara lain Bengkulu, Jakarta, Kendari, dan Jayapura. "Kalau di Jakarta baru dibangun bukan karena kami tidak mau bangun, tapi karena tidak tersedianya lahan," kata Yasonna.
Dia mengakui, ada beberapa kendala dalam pembangunan itu, di antaranya kondisi lahan yang sulit serta proses pembebasan lahan. Sejauh ini anggaran pun menjadi faktor yang menghambat.
Desain LPKA, berbeda dengan lapas dewasa. Lapas atau rutan itu dibuat layaknya lokasi binaan dan sekolah, bukan penjara.