Korban First Travel, yang Pasrah dan yang Ingin Ganti Rugi

Andika Surachman, Anniesa Hasibuan dan Siti Nuraidah Hasibuan dinyatakan terbukti bersalah menipu puluhan ribu jamaah umroh. - Reuters
Sumber :
  • bbc

Sejumlah calon jemaah umroh haji First Travel yang gagal beribadah ke Mekkah pasrah saat mengetahui keputusan pengadilan negeri Depok, Rabu (30/05), yang menjatuhkan vonis 15 hingga 20 tahun terhadap tiga pelaku penipuan senilai Rp905 miliar.

Syaiful -korban yang juga mewakili 112 orang dengan kerugian sekitar Rp1,5 miliar- mengatakan akan terus mempertanyakan pertanggungjawaban pihak yang seharusnya mengawasi operasi bisnis yang mendapatkan izin dari Kementerian Agama itu.

"Secara hukum mungkin kita akan tempuh cara-cara lain seperti Kemenag, pemerintah, dan sebagainya karena secara fakta kan bironya itu biro yang berizin, bukan biro yang abal-abal. Biro First Travel dengan izin oleh Kemenag artinya mereka telah diaudit keuangan berarti sehat dan sebagainya," tegasnya.

Namun korban penipuan Frist Travel lainnya, Gungun Gunawan, mengaku pasrah jika uang Rp35 juta yang sudah dibayarkannya -untuk biaya umroh dia beserta ibunya- tidak bisa dikembalikan lagi.

"Uangnya kan sudah habis. Aset-asetnya pun kalau dijual tidak akan mencukupi untuk mengganti, kalaupun mereka mau menggantinya. Jadi saya pikir uang itu tidak akan kembali."

"Saya sih berharap meskipun mereka mau bandingpun, mungkin mereka bisa diperberat lagi. Seharusnya begitu, karena kerugiannya cukup besar ya, bukan cuma saya, karena lebih dari 50.000 orang yang mengalami kerugian seperti kami," tambahnya.

Sementara pemerintah menegaskan tidak berada dalam kapasitas untuk mengganti uang jemaah.

"Yang kami kutip dari keputusan itu adalah beberapa aset akan dikembalikan kepada jemaah dengan konsekuensi tidak semua jemaah mendapatkan penuh dana yang sudah dikeluarkan untuk rencana keberangkatan umroh," jelas Mastuki, juru bicara Kementerian Agama.

Dia menambahkan pemerintah memandang hukuman penjara 20 tahun atas Andika Surachman, 18 tahun untuk istrinya yang juga perancang busana Muslim, Anniesa Hasibuan, serta 15 tahun untuk Siti Nuraidah Hasibuan, di samping penyitaan aset merupakan suatu keputusan hukum yang paling adil.

"Ini satu tahap sudah selesai, sebagaimana telah kami sampaikan sebelumnya, bahwa untuk langkah yang paling adil bagi semua, baik jemaah maupun pemilik First Travel adalah melalui proses hukum dan menunggu keputusan pengadilan."

Pengembalian uang?

Tetapi apakah vonis pengadilan berarti dana yang sudah dikeluarkan calon jemaah akan dikembalikan? Beberapa pihak tidak terlalu berharap hal ini akan terjadi.

"Dan tidak mungkin berharap uang kembali. Tetapi itulah pada dasarnya itu hukuman paling maksimal yang bisa didapatkan oleh mereka," kata Gungun Gunawan yang terakhir kali dijanjikan berangkat umroh pada bulan Ramadhan 2017 setelah beberapa kali mengalami penjadwalan ulang.

First Travel diperkirakan memiliki aset senilai Rp100-200 miliar dalam bentuk sejumlah rekening pribadi, kendaraan, rumah, dan tanah, baik di Indonesia maupun di luar negeri.


Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti Nuraidah Hasibuan terbukti bersalah melakukan penipuan senilai Rp905 miliar lewat First Travel. (Foto adalah ilustrasi umum). - Reuters

Jika Gungun terdengar pasrah, maka Riesqi Rahmadiansyah -pengacara korban First Travel- merasa kecewa.

"Sebagai kuasa jemaah saya kecewa. Kecewanya bukan karena tuntutan pidananya dikabulkan, tetapi aset yang tidak diserahkan kepada korban. Jadi aset disita untuk negara. Itu kekecawaan jamaah."

"Sependengaran saya dari Andika saat saya berdiskusi, dia masih punya aset itu sekitar 100 sampai 200 miliar. Dalam berbagai bentuk, ada uang, emas, rumah, mobil, ruko. Bahkan restoran di London kalau tidak salah taksirannya 15 miliar," tambah Riesqi.

Dia mengaku akan melakukan usaha hukum dan politik, yaitu meminta fatwa ke Mahkamah Agung, menyurati Komisi VIII DPR yang membidangi masalah keagamaan, dan juga Kementerian Agama.

Sementara Kementerian Agama tidak memiliki kewenangan untuk mengganti dana yang sudah dibayar korban dan kalaupun langkah tersebut kelak ditempuh maka harus melalui sejumlah proses, termasuk lewat persetujuan DPR.

"Kami di Kementerian Agama tentu tidak dalam kapasitas, dalam hal ini mengganti uang jamaah," tegas Mastuki, juru bicara Kementrian Agama.

"Kalau sudah terkait dengan APBN, itu berarti memang harus ada rencana di awal dan ketika memasukkan ke dalam anggaran pemerintah, juga atas kesepakatan dari DPR. Jadi secara sepihak tidak bisa pemerintah, dalam hal ini, mengganti secara langsung."

Dalam beberapa tahun terakhir usaha untuk mengirimkan jemaah umroh memang semakin besar dan menguntungkan sehingga semakin banyak pihak yang ikut serta dalam bisnis tersebut.

Bersamaan dengan meningkatnya permintaan untuk ibadah umroh, muncul kasus First Travel dan juga kasus lain yang serupa, Abu Tours di Makassar.


Usaha perjalanan haji umroh semakin berkembang sejalan dengan peningkatan permintaan. - Reuters

Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama No.8/2018 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umroh berisi penetapan harga tetap Rp20 juta dengan keberangkatan tiga sampai enam bulan serta kesepakatan tertulis antara perusahaan dan jemaah.

Tetapi DPR -sebagai salah satu pihak yang juga mengawasi penyelenggaraan umroh selain pemerintah- memandang bahwa yang lebih penting lagi adalah perubahan sistem untuk menghindari terulangnya kejadian sejenis.

"Ini kan masalah sistem. Artinya ada aset yang harus diselamatkan untuk bisa kembali sebesar-besarnya kepada nasabah yang tertipu atau kepada jemaah yang tertipu. Nah jadi hukuman ini bukan artinya final karena kita berharap lebih dari sekedar hukuman," kata Diah Pitaloka anggota Komisi VIII DPR dari fraksi PDIP.

"Tapi bagaimana aset dari pemilik First Travel ini bisa dikembalikan kepada jemaah yang tertipu. Nah ini yang menurut saya masih perlu dilakukan monitoring. Bagaimanapun itu merupakan dana masyarakat yang terkumpul. Sebaiknya hukum itu, menurut saya, memprioritaskan korban," tambahnya.