5 Kiat Bertahan Hidup di Tengah Laut Seperti Aldi Novel

Aldi Novel Adilang bertahan hidup setelah hanyut di lautan selama 49 hari. - EPA/INDONESIAN CONSULATE GENERAL OSAKA
Sumber :
  • bbc

Seorang pemuda Sulawesi yang bertahan hidup setelah terapung di laut selama 49 hari menjadi sorotan media internasional.

Aldi Novel Adilang hanyut ketika perangkap ikan terapung atau yang ditumpanginya terlepas dari tambatannya akibat angin kencang pada pertengahan Juli lalu.

Ia berakhir di perairan dekat pulau Guam di Samudera Pasifik, ketika panggilan daruratnya dijawab sebuah kapal berbendera Jepang pada 31 Agustus, lapor

Dengan persediaan makanan yang terbatas, pemuda berusia 18 tahun itu dilaporkan menyambung hidup dengan makan ikan dan minum air laut yang disaring dengan bajunya.

Pengalaman Aldi – yang kerap disamakan dengan cerita novel – menjadi salah satu kisah dramatis tentang manusia yang berhasil bertahan hidup dalam kondisi ekstrem di tengah laut.

Tapi apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh kita saat terjebak di lautan?

Di tengah laut, tubuh manusia dihadapkan pada dua tantangan besar: kekurangan air dan kondisi ekstrem.

"Tubuh pun merespons dengan dua cara yang disebut osmoregulasi dan termoregulasi," kata Ahmad Ridwan, asisten profesor fisiologi hewan di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB.

Osmoregulasi adalah penyesuaian agar tingkat cairan di dalam tubuh tetap seoptimal mungkin untuk bertahan hidup. Sel tubuh manusia terdiri dari 90% air; jika jumlah itu berkurang sampai 70%, maka sel akan terganggu berat.

Salah satu cara menjaga tingkat cairan di dalam tubuh ialah dengan menahan (retensi) air supaya tidak keluar — itu berarti lebih sedikit kencing dan berkeringat. "Mungkin dia tidak akan pipis, dalam sehari itu akan sedikit sekali urinenya," imbuh Ridwan.

Sedangkan termoregulasi adalah upaya tubuh untuk mempertahankan diri agar perubahan temperatur tidak terlalu ekstrem. Suhu tubuh manusia harus dipertahankan di kisaran 37C.

Ridwan menambahkan bahwa dalam keadaan asupan energi rendah, tubuh akan melambatkan laju metabolisme sampai pada tingkat yang paling rendah sehingga terjadi penghematan energi. Kondisi ini disebut Basal Metabolic Rate (BMR).

"Satu-satunya cara adalah dengan dia pada kondisi rest (istirahat), yang dilakukan adalah dengan tidur. Harus melakukan aktivitas seminim mungkin," ujarnya.

Maka dari itu, menurut Komandan Pasukan Katak Koarmada I TNI-AL Letkol Laut Johan Wahyudi, ada lima hal yang perlu diperhatikan saat berusaha bertahan di tengah laut:

1. Air

Air adalah sumber daya yang paling penting dalam menunjang hidup manusia — lebih penting dari makanan. Sebagai gambaran, manusia bisa bertahan hidup tanpa makanan sampai selama 40 hari. Sedangkan tanpa air, manusia bisa mati dalam 4-6 hari.

Karena air garam tidak bisa memuaskan dahaga, orang yang terjebak di laut biasanya mengandalkan air hujan atau embun.

Kantor berita AFP melaporkan bahwa Aldi dapat bertahan selama 49 hari dengan menyesap air dari bajunya yang dibasahi air laut. Menurut Johan, beberapa orang mungkin bisa bertahan dengan meminum air garam dalam jumlah yang sedikit; seorang ilmuwan Prancis bernama pernah mencobanya — meski eksperimennya gagal diulangi. Tapi ia memperingatkan bahwa cara itu mungkin tidak berlaku bagi semua orang.

"Mungkin dia sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu, tapi secara teori kita tidak bisa menggeneralisasi," kata Johan.

Ketika Anda meminum air garam dari laut, Anda memasukkan garam dalam jumlah lebih dari yang dibutuhkan oleh tubuh. Akibatnya, tubuh akan membutuhkan lebih banyak air untuk membuang garam berlebih itu, yang membuat Anda dehidrasi.


Aldi ditemukan di perairan dekat pulau Guam. - BBC

2. Naungan

Salah satu hal yang membantu Aldi bertahan hidup ialah rompong yang ditumpanginya dilengkapi atap. Naungan (shelter) sangat penting untuk melindungi tubuh dari teriknya sinar matahari di tengah laut.

"Kenapa harus terlindung dari sinar matahari? Ya minimal (supaya) tidak ada penguapan, tidak ada air yang keluar dari dalam tubuh," kata Johan. Dalam kondisi kekurangan air, kebutuhan untuk menurunkan suhu tubuh dengan mengeluarkan keringat akan menambah stres pada fisiologi kita.

Semakin lama kita bisa menyimpan air di dalam tubuh, maka kemungkinan untuk bertahan hidup pun semakin besar. Tapi bagaimana jika tidak ada naungan?

"Apabila tidak ada atau tempat berlindung, minimal badan harus selalu basah. Itu akan mengurangi penguapan dari tubuh," imbuh Johan.

3. Kenali bahaya dan letak pulau terdekat

Saat terjebak di tengah laut, kita perlu mengenali hewan apa yang bisa mengancam hidup kita. Di perairan dalam, bahaya terbesar biasanya berupa ikan hiu.

Aldi juga dilaporkan berpapasan dengan ikan pemakan daging itu. "Saya hanya bisa berdoa dan ikan hiu itu pergi," katanya, seperti dilaporkan surat kabar .

Para penyelam di perairan dalam biasanya melumuri badan mereka dengan cairan pengusir hiu (shark repellent), kata Johan. Tapi jika itu tidak tersedia, ketika Anda bertemu hiu diam dan tetap tenang, sambil mengamati gerakan si hiu.

"Jangan sampai kita melakukan gerakan, seolah-olah gerakan ini mengancam si hiu itu," kata Johan.


Ilustrasi bertahan hidup di tengah laut. - AFP

4. Tetap tenang

"Biasanya orang tenggelam itu karena tidak bisa menguasai diri. Bisa jadi karena dia panik, stres, kelelahan, atau tidak punya harapan untuk hidup," ungkap Johan.

Karena itu, penting untuk tetap tenang dan tidak terburu-buru. Carilah pelampung atau peralatan lain yang bisa digunakan untuk bersandar atau mengaitkan badan.

Cara untuk mengatasi panik, menurut Johan, adalah dengan mengingat bahwa pada dasarnya setiap manusia yang dilempar ke air laut akan terapung.

"Itulah yang harus kita jaga. Tetap kuasai, tetap kita timbul ke permukaan dengan kita melihat ke atas dan biarkan saja kaki terbuka, terus tangan mengembang. Kalau kita bisa tidur, kita bisa tiduran. Kalau kita tidak bisa tidur, minimal dari leher ke atas itu tetap timbul di permukaan," kata Johan.

Hal yang tidak kalah penting ialah mengetahui letak pelampung badan, sekoci, dan pintu keluar ketika naik ke kapal.

5. Cari bantuan

Idealnya, setiap kapal dilengkapi pistol atau peralatan komunikasi lainnya yang bisa Anda gunakan untuk mencari pertolongan.

Jika tidak ada, Anda bisa menggunakan bintang sebagai panduan arah. Kalau Anda tidak hafal rasi bintang, setidaknya Anda bisa menentukan arah dengan menggunakan matahari.

"Kalau matahari tenggelam di sebelah kiri kita, berarti arah depan kita adalah utara," kata Johan.