MUI Desak Pemerintah China Klarifikasi Kasus Muslim Uighur

Aksi umat Muslim dari Persaudaraan Alumni 212 di depan Kedutaan Besar China menyikapi konflik yang terjadi pada muslim Uighur di China
Sumber :
  • VIVA/Ridho Permana

VIVA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara tentang kasus diskriminasi umat Muslim Uighur di Provinsi Xianjiang, China yang diduga dilakukan oleh Pemerintah China.

Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi MUI Pusat, KH. Abdullah Jaidi menyatakan, kasus yang menimpa Muslim Uighur di Provinsi Xianjiang telah menyayat hati umat Muslim seluruh dunia, khususnya umat Muslim Indonesia. 

Ia juga menyesalkan sikap Pemerintah China yang terkesan tertutup terkait dengan kasus kekerasan yang terjadi pada umat Muslim Uighur tersebut.

"MUI menyesalkan adanya informasi tentang tindakan sewenang-wenang pihak Pemerintah China terhadap Muslim Uighur yang merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xianjiang. Kami meminta Pemerintah China mengklarifikasi apa yang terjadi di Provinsi Xianjiang kepada umat Muslim Uighur," kata Abdullah Jaidi di kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 21 Desember 2018.

Ia menambahkan, setiap umat manusia mempunyai hak untuk menjalankan ajaran keyakinan agamanya, termasuk bagi umat Muslim Uighur. Untuk itu, lanjut Abdullah, penindasan yang terjadi pada umat Muslim Uighur telah melanggar hak asasi manusia yang dijamin oleh International Covenant on Social and Political Right.

"International Covenant on Social and Political Right menegaskan bahwa kebebasan beragama merupakan hak dasar bagi segenap manusia. Muslim Uighur yang merupakan mayoritas penduduk di Provinsi Xianjiang memiliki kebebasan yang mesti dijamin negara untuk menjalankan ajaran agamanya," ujarnya.

Ia mengatakan, desakan MUI agar Pemerintah China dapat mengklarifikasi, serta menghentikan kekerasan yang terjadi pada Muslim Uighur itu bukan campur tangan pemerintah Indonesia terhadap urusan dalam negeri Pemerintah China. Menurut Abdullah, ketika seluruh dunia memiliki kesepakatan tentang hak asasi manusia, maka pemerintah China juga harus menjalani kesepakatan tersebut.

"Yang kita sayangkan adalah bahwa Pemerintah China tidak melakukan tindakan tegas kepada pihak-pihak yang melakukan kekerasan. Sebab di negara mana pun yang namanya kekerasan itu tidak boleh,” ucapnya.

Menurut dia, hanya orang yang kehilangan akal sehat lah yang secara emosional melakukan kekerasan. Untuk itu, kaum Muslimin di Uighur tidak boleh mendapat intimidasi dan lain sebagainya, karena fakta yang terjadi di lapangan seperti itu.

“Kita minta Pemerintah China menyelesaikan ini. Dan kita minta kepada Kedubes China agar menyampaikan klarifikasi, bukan justru menutup-nutupi. Kalau ditutupi justru akan menimbulkan persoalan," kata Abdullah. (art)