Bendungan Batang Toru Dibangun di Area Rawan Gempa, Apa Risikonya

- SEPTIANDA PERDANA/ANTARA
Sumber :
  • bbc

Bendungan Batang Toru, Sumatra Utara, untuk proyek pembangkit tenaga air, yang didanai Cina, terletak di dekat patahan gempa, lokasi yang berisiko, dan perlu pertimbangan matang terkait pembangunan struktur, menurut pakar geologi.

Pakar geologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Haryadi Permana mengatakan Pulau Sumatera dilewati oleh patahan aktif yang memanjang dari Teluk Semangko hingga ke Sumateta Utara. Patahan ini, ujarnya, memiliki cabang-cabang dan terus menerus bergerak setiap tahun.

Pembangunan di kawasan tersebut dimungkinkan, katanya, tapi perlu diperhatikan masak-masak besarnya kapasitas bangunan itu.

Menurut , PLTA itu akan dibangun di atas lahan seluas 66 hektare dan 24 hektare sungai.

"Pembangunan konstruksi besar itu rawan. Kalau misalnya ada pergerakan besar, nanti bendungan itu pecah, itu kan bencana susulannya," kata Haryadi.

`Di mana-mana risiko gempa ada`

Juru bicara NSHE Wimar Witoelar mengatakan pihaknya "sangat memperhatikan" rencana struktur bangunan menyangkut risiko gempa, namun tidak merinci lebih lanjut.

Wimar mengatakan di mana-mana risiko gempa ada di Indonesia, bahkan termasuk di Jakarta dan Banten. Namun, katanya, patahan gempa tidak ada dalam lintasan daerah operasi PLTA tersebut.

"Jadi, itu hanya spekulasi aja akan ada gempa yang besar. Insya Allah itu tidak akan terjadi walaupun hanya Tuhan yang bisa mengatakan," katanya.

Dia mengatakan kewaspadaan terhadap gempa terus diperhatikan dengan berbagai macam teknologi modern.

Wimar mengatakan proyek tersebut penting untuk memitigasi perubahan iklim. Tanpa PLTA, ujarnya, masyarakat akan bertumpu pada bahan bakar fosil yang berimplikasi pada meningkatnya suhu global.

"Pengurangan perubahan iklimnya signifikan, (pengurangan kadar) C02-nya besar, mencapai 4 persen dari target nasional," kata Wimar menjelaskan keungggulan PLTA>

Dalam keterangan tertulisnya terkait putusan PTUN (04/03), Firman Taufick, Vice President Communications and Social Affairs NSHE mengatakan pihaknya menegaskan komitmen untuk mewujudkan PLTA yang aman dan ramah lingkungan, termasuk menjaga Ekosistem Batangtoru.

Menurut Firman, dalam membangun PLTA Batang Toru NSHE telah memenuhi semua peraturan yang berlaku dan melaksanakan kajian Environmental and Social Impact Assessment (ESIA).

PLTA Batang Toru, tambahnya, telah memiliki kajian-kajian gempa yang dipersyaratkan, termasuk Seismic Hazard Assessment dan Seismic Hazard Analysis.

"Proyek ini ditunggu-tunggu masyarakat karena akan memberi manfaat pasokan energi pada saat beban puncak di Sumatera Utara dan manfaat ekonomi berupa lapangan kerja yang timbul dengan semakin kuatnya pasokan energi," kata Firman.

Risiko bendungan pecah karena gempa

Sementara pakar geologi lain dari LIPI, Dani Hilman, mengatakan Batang Toru terletak dekat dengan sesar (patahan) Sumatera, tapi tidak persis di sesar itu. Jadi, katanya, sedikit banyaknya ada ancaman dari jalur-jalur gempa itu.

Maka itu, Dani mengatakan struktur bangunan harus dibuat untuk mengantisipasi gempa.

"Yang mereka harus lakukan adalah membuat konstruksi bangunan yang tahan goncangan," kata Dani.

Sementara itu, Direktur WALHI Sumut, Dana Tarigan mengatakan pihak NSHE tidak memiliki kajian terkait daerah mana saja yang akan terdampak jika bendungan jebol.

"Saya hanya khawatir kayak Lapindo, siapa yang melakukan human error , negara yang akhirnya mengganti rugi," kata Dana.

Ia mengatakan NSHE tidak perlu membangun bendungan sebesar itu. Mereka, katanya bisa saja membuat beberapa bendungan yang lebih kecil, namun tidak berisiko terhadap lingkungan.

Ancaman terhadap habitat orang utan

Pada bulan November 2017, para pakar mengumumkan penemuan orang utan jenis baru yang disebut Pongo tapanuliensis atau orang utan Tapanuli.

Orang utan tersebut, yang hanya tersisa 800 ekor, ditemukan di hutan Batang Toru, lokasi bendungan akan dibangun. WALHI mengatakan proyek ini akan memotong jalur habitat orang utan sehingga akan membuat spesies ini, termasuk orang utan Sumatera lainnya, kesulitan untuk kawin. Akibatnya, pelestarian satwa dilindungi itu pun akan semakin sulit.

Dana Tarigan menambahkan proyek itu akan menyebabkan "pengisolasian" orang utan.

"Yang kami sebutkan mengisolasi habitat orang utan karena ada sutet, pembukaan jalan besar. Saksi ahli kita berkata masyarakat atau manusia yang banyak berkumpul di situ akan menyebabkan datangnya penyakit dan mempercepat kepunahan (orang utan), di luar mereka akan inbreeding karena mereka tidak bisa berinteraksi dengan yang lain," kata Dana.

Namun, hal itu dibantah juru bicara NSHE, Wimar Witoelar, yang mengatakan kelangsungan spesies adalah hal yang diutamakan. Perusahaan, katanya, mengambil kebijakan yang tidak berisiko.

"Orang tidak boleh mengganggu satu pun satwa mana saja dan (kami) juga mengamankan lintasan-lintasan itu... Orang utan itu akan terjaga, lebih terjaga dari pada dibiarkan begitu saja tanpa ada kegiatan terorganisir," katanya.

Perusahaan negara Cina, Sinohydro, mendanai pembangunan bendungan ini. Para pengkritik mengatakan proyek ini adalah bagian dari Program Belt and Road yang ditujukan untuk mendanai prasarana Asia dengan finansial Cina dan memperkuat pengaruh ekonomi dan politik negara itu.

Apa perkembangan terbaru terkait gugatan hukum?

Bagaimana pun, pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru dengan kapasitas 510 MW ini, sejauh ini, telah mendapat lampu hijau dari Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Melalui putusannya, PTUN Medan telah menolak gugatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatra Utara terhadap izin lingkungan proyek yang dilaksanakan PT North Sumatra Hydro Energy (NSHE) itu Senin (04/03).

Dalam amar putusannya, PTUN mengatakan saksi-saksi yang diajukan WALHI "tidak relevan" dengan proyek PLTA Batang Toru.

Sebelumnya, WALHI menggugat pembangunan proyek itu karena diyakini akan merugikan lingkungan hidup.

Alasannya, lokasi proyek tersebutberada di daerah rawan gempa, serta mengganggu habitat orang utan Sumatra, termasuk spesies yang baru ditemukan.

Atas putusan PTUN Medan tersebut, Direktur WALHI Sumut, Dana Tarigan mengatakan WALHI akan segera mengajukan banding atas apa yang dia sebut "langkah terakhir" menyelamatkan lingkungan sekitar.