Campur Tangan Intelijen di Kasus Senjata Ilegal Eks Danjen Kopassus?

Mantan Danjen Kopassus Mayjen Purn Soenarko (tengah).
Sumber :
  • VIVA/Bayu Nugraha

VIVA – Tuduhan serius tengah dialamatkan kepada mantan Komandan Jenderal Kopassus yang juga mantan Pangdam Iskandar Muda (2008-2009), Mayjen TNI (Purn) Soenarko. Lulusan Akademi TNI 1978 itu tersandung kasus dugaan penyelundupan senjata api ilegal dari Aceh ke Jakarta.   

Soenarko bersama seorang oknum anggota TNI aktif Praka BP, ditetapkan sebagai tersangka penyelundupan senjata api laras panjang M-4 Carbine. Keduanya ditangkap dan langsung ditahan oleh tim gabungan TNI-Polri di Rumah Tahanan Militer Guntur, Jakarta Pusat.

Kasus penyelundupan senjata oleh Soenarko ini sangat menyita perhatian. Sebabnya, kasus ini bergulir di tengah memanasnya kondisi Ibu Kota Jakarta pada saat kerusuhan di samping kantor Bawaslu pada 21-22 Mei 2019 lalu. Ada yang mengaitkan senjata ilegal ini untuk mendukung aksi kerusuhan tersebut.

Kontroversi muncul soal asal usul senjata dan jenis senjata yang diselundupkan Soenarko Cs. Mantan anak buah Soenarko, Kolonel Infanteri (Purn) Sri Radjasa Chandra, menyebut ada tiga pucuk senjata eks kombatan GAM yang diserahkan sukarela oleh masyarakan ke TNI pada tahun 2009. 

Soenarko pernah memerintahkan anak buahnya, seorang anggota Tenaga Bantuan Operasi (TBO) yang bermukim di Aceh, bernama Heriansyah, untuk mengirimkan senjata itu ke Jakarta tahun 2009. Itupun seizin Kepala Staf Kodam Iskandar Muda, Brigjen TNI Daniel Chardin. 

Ada tiga pucuk senjata yang diserahka warga Aceh Utara ke TNI. Dua pucuk jenis AK-47 dan sepucuk M-16 A1 laras pendek. Dua AK-47 disimpan di gudang, sementara yang M-16 A1 akan diberikan ke museum Kopassus. Kondisi senjata yang diserahkan juga tidak layak untuk pertempuran.

Sementara Kepolisian, menyebut senjata ilegal yang terkait dengan Soenarko itu merupakan senjata api laras panjang M-4 Carbine, buatan Amerika Serikat. Senjata tersebut sudah diujicoba di laboratorium forensik Polri dan hasilnya masih berfungsi dengan baik dan dapat ditembakkan.

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo mengikuti dinamika kasus yang menjerat para purnawirawan TNI, termasuk Soenarko. Ia mengatakan semua yang disampaikan Kepolisian terkait kasus senjata Soenarko masih sebatas penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan saksi, barang bukti senjata dan IT.
 
"Baru pernyataan dari hasil penyidikan. Kemudian dikaitkan dengan dalang kerusuhan, apa kaitannya?" kata Gatot di tvOne, Selasa malam, 11 Juni 2019.

Menggiring Opini

Gatot menilai kejanggalan dalam kasus pengiriman senjata yang melibatkan Soenarko. Menurutnya, apabila benar bahwa Soenarko memerintah seseorang untuk mengirimkan senjata eks rampasan GAM itu ke Jakarta, maka tidak mungkin Soenarko meninggalkan begitu saja senjata tersebut.

"Maka perlu ada saksi ahli, semoga saja saksinya ini orang-orang yang benar murni laki-laki. Karena sekarang kan banyak yang laki-laki kaya perempuan. Pasti yang kirimkan ini masuk dalam satgas BAIS dan BIN, pasti itu," ujar Gatot.

Kendati demikian, Gatot menghormati penyidikan yang dilakukan Kepolisian. Tapi, ketika isu senjata ilegal itu disandingkan dengan dalang kasus makar, ditambah klaim Kepolisian yang tidak menggunakan peluru tajam saat pengamanan aksi kerusuhan 21-22 Mei, maka informasi yang dirilis Kepolisian semakin bias. 

"Seolah-olah masuknya satu senjata (Seonarko) ini mewakili semua senjata yang menembak rakyat. Opini ini kan dibentuk, ini yang harus diluruskan," tegasnya.

Seperti diketahui, mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko ditangkap tim gabungan Mabes Polri dan POM TNI pada Senin malam, 20 Mei 2019. Soenarko ternyata sudah ditetapkan tersangka terkait kepemilikan senjata api ilegal bersama seorang tentara aktif Praka BP juga sudah ditahan.

Soenarko menjadi tahanan Mabes Polri dan dititipkan di Rumah Tahanan Militer Guntur, sedangkan Praka BP menjadi tahanan TNI di Rumah Tahanan Militer Guntur.