Polisi Perpanjang Masa Penahanan Kivlan Zein

Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen (tengah).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Status penahanan tersangka kasus kepemilkan senjata api ilegal, Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen selama 20 hari akan habis esok hari, Rabu 19 Juni 2019. Terkait hal ini, polisi mengaku sudah melakukan perpanjangan.

"Diperpanjang ya penahanannya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Selasa 18 Juni 2019.

Masa penahanan Kivlan, lanjut Argo akan ditambah sampai 40 hari kedepan. Argo sendiri membenarkan hari ini penyidik akan mengkonfrontasi Kivlan dalam pemeriksaannya kembali.

Kivlan dikonfrontir dengan tersangka kasus ancaman pembunuhan empat tokoh nasional, Habil Marati dan Iwan Kurniawan alias HK. "(Penahanan ditambah) 40 hari sesuai KUHAP," katanya.

Polisi telah menangkap dan menetapkan Habil Marati terkait kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu bos lembaga survei.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Polisi Ade Ary menyebut, Habil berperan sebagai pemberi dana sebesar Rp150 juta kepada Kivlan Zen. Uang itu untuk keperluan pembelian senjata api.

"Tersangka HM ini berperan memberikan uang. Jadi uang yang diterima tersangka KZ (Kivlan Zen) berasal dari HM. Maksud tujuan untuk pembelian senjata api. Juga memberikan uang Rp60 juta langsung kepada tersangka berinisial HK, untuk biaya operasional dan juga pembelian senjata api," kata Ade Ary di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Selasa, 11 Juni 2019.

Sejak kasus ini terungkap, nama Kilvan juga disebut-sebut memberikan perintah langsung para tersangka kasus penyeludupan senjata untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.

Enam tersangka yang telah ditahan juga sudah memberikan testimoni terkait dugaan adanya keterlibatan Kivlan Zen merancang pembunuhan terhadap empat tokoh nasional yang di antaranya Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menkopolhukam Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.