Bakal Ditutup, Begini Riwayat Bisnis Esek-esek Sunan Kuning Semarang

Sosialisasi penutupan lokalisasi Sunan Kuning, Semarang.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA – Program Kementerian Sosial terkait penutupan lokalisasi seluruh Indonesia mulai ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Semarang. Ibu Kota Jawa Tengah itu bakal menutup Resosialisasi Argorejo atau lebih dikenal lokalisasi Sunan Kuning (SK) dalam waktu dekat.

Fajar Purwoto selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Semarang mengaku, penutupan lokalisasi Sunan Kuning akan dilakukan pada 16 Agustus 2019. 

Sosialisasi terhadap rencana itu pun sudah dilakukan sebelumnya. Mulai bermusyawarah dengan beberapa tokoh masyarakat setempat serta jajaran RT hingga kelurahan dan pengelola Resos. Ia mengklaim seluruh pihak setuju atas penutupan itu. 

"Atas dasar program Kemensos, Kota Semarang pada 2019 harus sudah bersih dari lokalisasi. Ini sejalan dengan program kita," kata Fajar, Kamis, 4 Juli 2019.

Usai resmi ditutup nantinya, Pemkot Semarang akan mengalih fungsikan SK menjadi kampung tematik bertema kuliner. Tujuannya untuk membangkitkan perekonomian warga di sekitar, sejalan dengan program pemerintah.

Terkait lokalisasi Sunan Kuning, Pengelola Resos Argerojo Suwandi  bercerita asal mula lokalisasi yang telah dibinanya selama hampir 30 tahun terakhir. 

Sebelum adanya Sunan Kuning, praktik prostitusi di Semarang sebelumnya menjamur liar di jalanan sekitar Jembatan Mberok, Jagalan, Banjarkanal Barat, Jalan Stadion, Jalan Gong Waru dan wilayah Sebandaran. 

"Tempat-tempat itu kan dekat dengan pusat kota. Menjadikan kota tidak teratur, jadi penuh kupu-kupu malam. Warga pun resah, karena seringkali pria-pria yang jadi tamu keliru masuk rumah penduduk," katanya.

Kala itu, pemerintah kota sempat memindahkan para PSK liar itu ke daerah Karangkembang, Semarang Tengah. Namun pada 1966, rumah bordil Karang kembang dipindahkan lagi ke Kalibanteng Kulon yaitu Argorejo saat ini.

"Nah baru direlokasikan ke sini (Argorejo) pada 15 Agustus 1966, diresmikan oleh Wali Kota Semarang (saat itu) Hadi Subeno lewat surat keputusan Wali Kota Semarang, tapi penempatan resminya baru pada 29 Agustus 1966," ungkapnya.

Suwandi menuturkan sebenarnya sudah pernah ada rencana penutupan di tahun 2000-an silam. Waktu itu, Kota Semarang masih dipimpin oleh Wali Kota  Trisno Suharto. 

Pemkot mengusulkan pemindahan Resos Argorejo ke Desa Dawung, Pudak Payung. Namun gagal, sebab rencana itu ditolak warga. Dan Sunan Kuning sempat ditutup sementara pada 1998. 

"Namun tidak sedikit yang kemudian beroperasi di pinggir jalan. Karena dinilai lebih berdampak buruk akhirnya sekitar tahun 2000-an dibuka lagi dan beroperasi sampai sekarang," ungkap pria yang juga menjabat sebagai ketua RW tersebut.

Sejak saat itu pula, Pemkot meminta Pekerja Seks Komersial di Sunan Kuning untuk dibina dan dibimbing lewat pelatihan kewirausahaan. Maka nama kompleks berganti nama menjadi resosialisasi dan rehabilitasi Argorejo. 

Hal itu untuk memudahkan pengontrolan kesehatan para pekerja seks secara periodik, serta memudahkan usaha resosialisasi dan rehabilitasi hingga pengentasan  para PSK. 

"Di sini ada tiga program kesehatan, yakni program kesehatan, program bekal masa depan serta program pengentasan," jelas Suwandi.

Saat ini resos binaan Suwandi menampung 476 PSK serta 82 mucikari. Angka tersebut menurutnya berkurang selam lima tahun terakhir ini. Sebab pada 2014 jumlah PSK mencapai 800-an. 

"Sebenarnya akhir tahun ini merupakan program tahap pengentasan para PSK dan mucikari. Ya karena pemerintah kejar tayang, saya terima dengan hormat," ujarnya.