Strategi Semarang Perangi Corona, Pembatasan Kegiatan Masyarakat
- bbc
Pemerintah Kota Semarang menyebut belum semua pelaku usaha mengindahkan pembatasan kegiatan masyarakat pada hari pertama penerapan kebijakan tersebut.
Sementara pakar epidemiologi memandang penerapan langkah ini harus dibarengi kepatuhan warga dan kontrol yang ketat.
Penerapan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) di Semarang memberi kelonggaran pada aktivitas ekonomi masyarakat, namun dengan pembatasan jam operasional.
Di sisi lain, kontrol terhadap orang-orang yang hilir mudik di kota Semarang mulai diperketat.
Akan tetapi, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai penerapan pembatasan kegiatan masyarakat selama empat pekan justru akan kontraproduktif dengan upaya menekan penyebaran Covid-19 jika tidak dibarengi kontrol yang ketat dan kepatuhan warga.
- Presiden Jokowi pilih `pembatasan sosial dalam skala besar`, warga mulai sortir pendatang
- Menkes terbitkan pedoman pelaksanaan PSBB, apa bedanya dengan pembatasan yang sudah terjadi?
- Sejumlah daerah tak diizinkan terapkan PSBB, pemda `perlu bersiasat terapkan isolasi`
Semarang menjadi satu-satunya daerah yang memilih opsi pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) untuk menekan penyebaran Covid-19.
Apa beda pembatasan dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah diberlakukan di beberapa wilayah di Indonesia dan bagaimana efektivitasnya?
Berikut beberapa hal yang layak Anda ketahui tentang penerapan pembatasan kegiatan masyarakat di Semarang.
Apa alasan dibalik penerapan pembatasan ini?
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi menjelaskan jumlah pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh di Semarang bertambah menjadi 70 pasien per Senin (27/04) pagi.
Akan tetapi, tren kasus Covid-19 di Semarang disebutnya "belum di taraf menggembirakan", dengan 137 orang dinyatakan positif COvid-19 per Minggu (27/04), sementara PDP berjumlah 275 orang dan ODP 656 orang.
"Jadi grafiknya terus naik," kata dia.
Maka dari itu, pemerintah kota Semarang memutuskan untuk memperketat aktivitas masyarakat untuk meredam penyebaran Covid-19.
Sejak Senin (27/04) hingga 28 hari ke depan, Pemerintah Kota Semarang menerapkan aturan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM), bukannya PSBB seperti diterapkan oleh sejumlah daerah lain di Indonesia untuk menekan penyebaran virus corona.
Hendrar beralasan opsi pembatasan kegiatan masyarakat dipilih karena mempertimbangkan "aspirasi masyarakat, terutama kearifan lokal" dengan memberi kelonggaran pada pedagang kecil dan usaha kecil menengah (UKM) di Semarang.
"Kami ingin menampung aspirasi masyarakat dengan ada hal yang sedikit melonggarkan sedulur-sedulur PKL maupun tempat usaha," ujar Hendrar.
Lebih lanjut, Hendrar menjelaskan PKM meliputi pembatasan kegiatan di luar rumah, penghentian kegiatan di sekolah atau institusi pendidikan lainnya, pembatasan kegiatan di tempat kerja, tempat ibadah, tempat umum, serta pembatasan kegiatan sosial budaya dan pergerakan orang melalui moda transportasi.
Bagi yang melanggar ketentuan ini, akan dikenai sanksi mulai dari teguran lisan maupun tertulis, sampai pembubaran kegiatan atau penutupan tempat usaha.
Apa beda PKM dan PSBB?
Penerapan PSBB mengatur agar aktivitas sekolah, kerja, ibadah dilakukan di rumah, sementara tempat hiburan, wisata dan pusat perbelanjaan ditutup.
Selain itu, hanya tempat usaha yang menyediakan kebutuhan pokok yang diperbolehkan buka dengan menerapkan protokol kesehatan.
Selama penerapan PSBB, operasional moda transportasi dibatasi dan warga dilarang keluar dari wilayah PSBB. Ditambah lagi, ada sanksi bagi yang melanggar.
Sementara itu, dalam penerapan PKM, tempat wisata dan hiburan ditutup dan kegiatan di sekolah beralih menjadi pembelajaran jarak jauh. Sementara, aktivitas keagamaan mengikuti saran MUI atau tokoh agama.
Di sisi lain, perusahaan diminta mengatur jam operasi dan membatasi jumlah pekerja yang masuk. PKL juga masih diperbolehkan menggunakan fasilitas ruang terbuka publik dari jam 14.00 hingga 20.00 WIB.
Sementara, pasar tradisional, toko modern, restoran dan kafe diperbolehkan buka hingga jam 21.00 WIB.
Bagaimana dengan operasional di lapangan?
Hari pertama penerapan PKM, pemerintah Kota Semarang langsung mengerahkan 48 tim patroli gabungan di 16 pos terpadu Covid-19.
Tim yang terdiri dari gabungan TNI/Polri dibantu oleh Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, BPBD dan Satpol PP ditempatkan di 16 pos pantau di kota Semarang, delapan di antaranya berada di perbatasan dengan wilayah lain. Kemudian di tiap kecamatan, akan ditempatkan tiga tim.
"Jadi masing-masing kecamatan ada tiga tim yang bergilir untuk mengingatkan pada masyarakat supaya pakai masker, supaya kerumunan segera bubar, kalau ada tempat jualan lebih dari jam 20.00 supaya ditegur, tidak boleh melayani pembeli," jelas Hendrar.
Selain memeriksa orang yang hilir mudik di wilayah kota Semarang, Hendrar menjelaskan bahwa tim tersebut bertugas mengingatkan masyarakat pada saat berkendara agar tetap menerapkan protokol kesehatan, antara lain mengenakan masker dan membatasi jumlah penumpang kendaraan.
Berdasarkan pemantauannya di dua pos terpadu Covid-19 di perbatasan Semarang dengan daerah tetangga, Hendrar menjelaskan bahwa jumlah orang dari luar daerah yang masuk ke Semarang jauh berkurang.
"Hanya ada satu dua saja kendaraan dengan plat nomor yang berbeda, kita tanya mereka dan mereka punya alasan yang bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.
Dia menjelaskan, fungsi pos pantau adalah memastikan orang yang masuk ke Semarang punya aktivitas yang tidak bisa ditunda, misalnya pekerjaan dan lainnya.
"Pos pantau memastikan pelarangan orang yang masuk ke Semarang karena mudik," kata dia.
Belum semua terapkan protokol kesehatan
Di sisi lain, dia mengakui masih ada beberapa pabrik yang belum menerapkan protokol kesehatan jaga jarak sosial, dengan jarak antara buruh yang terlalu rapat.
"Pengelolanya mengatakan akan melakukan penyesuaian," kata dia.
"Peraturan Wali Kota tentang PKM ini mengakomodasi teman-teman yang ada di wilayah ekonomi. Jangan sampai sudah kita akomodir, justru mereka jadi persoalan bagi seluruh kota," tegasnya.
Hal yang juga berlaku bagi para PKL yang meski tetap diperbolehkan berdagang, namun harus tetap menjalankan SOP kesehatan ketika beroperasi.
Akan tetapi, Rohmi, seorang pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan Jalan Siliwangi, Semarang mengaku meski sudah leluasa berjualan, namun dagangannya tak kunjung laku.
"Ini sejak ada corona jadi susah cari uang. Barangnya ada, tapi jualnya susah. Bisa kulakan, jualnya kesulitan," ujar perempuan berusia 50 tahun ini.
"Tapi ini tidak hanya terjadi pada saya saja, yang lain juga," tuturnya kemudian.
Lebih lanjut, Rohmi menjelaskan selama menjajakan dagangannya dia sudah menerapkan SOP kebersihan dengan menyediakan tempat cuci tangan bagi pembelinya dengan tempat duduk yang berjarak satu sama lain.
Sementara itu, warga Semarang yang lain Dwi Marzuki, mengakui penerapan pembatasan kegiatan masyarakat yang baru saja diterapkan mengharuskannya untuk mengurangi aktivitas yang berhubungan dengan orang banyak dan menerapkan SOP kebersihan.
"Dampaknya harus ngurangin kerumunan, harus sosialisasi sama warga, harus jaga jarak, pakai masker, itu penting," kata dia.
Apakah akan efektif putus mata rantai penyebaran virus corona?
Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menjelaskan biasanya diperlukan waktu dua kali masa inkubasi, atau minimal satu bulan, untuk melihat dampak penerapan pembatasan.
"Bahkan kadang-kadang lebih dari itu karena pada minggu pertama kepatuhannya kurang, baru pada minggu ketiga," kata dia.
Dia menegaskan apapun opsi yang dipilih oleh otoritas terkait, tanpa ada kepatuhan dari 80% warga yang tinggal di wilayah tersebut, maka langkah pembatasan tidak akan membawa dampak pada penurunan kasus Covid-19.
"Apa pun namanya, mau pembatasan kegiatan masyarakat tapi kalau menerapkan prinsip-prinsip tadi, itu dampaknya sama. Asalkan 80% penduduk mematuhinya, kalau tidak mematuhinya, walaupun namanya lockdown atau pembatasan sosial berskala besar atau PKM, ya nggak berdampak apa-apa. Itu kan nama, yang penting adalah operasionalnya gimana," kata Pandu.
"Jadi prinsipnya kalau PKL benar-benar mengurangi [aktivitasnya], kalau PKL semua ngumpul jadi satu di suatu tempat, sama aja bohong," ujarnya kemudian.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan meski PKL boleh melakukan aktivitas kegiatan, tetapi SOP harus dilakukan dengan baik.
"Tentu nanti akan kita kontrol," imbuhnya kemudian.
Dia mencontohkan kontrol yang diterapkan antara lain memberi jarak pada tempat duduk PKL dan kewajiban menggunakan masker.
Jam operasional PKL dan tempat usaha juga akan dibatasi, hanya sampai jam 20.00 WIB. Akan tetapi, dia tidak menetapkan sanksi bagi mereka yang melanggar ketentuan ini.
"Ya monggo saja, tetap beraktivitas, tetapi tidak untuk melayani pelanggan di tempat tersebut, lebih pada sebuah arah yaitu untuk bisa melayani pesan makanan atau dibungkus," kata Hendrar.
Kendati begitu, dia menekankan agar masyarakat bisa terlibat langsung dalam menekan penyebaran virus corona.
"RT/RW harus mengawal sendiri di lingkungan masing-masing dengan cara lakukan pembinaan, sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat. Kalau perlu, lingkungannya diportal," tegasnya.
Dwi Marzuki yang berprofesi sebagai satpam di sebuah perumahan Semarang mengatakan dia pun kini memperketat siapa pun yang hendak masuk ke wilayah pemukiman, termasuk menegur mereka yang tidak mematuhi aturan.
"Selalu menegur, di sini tamu pun ndak pakai masker saya keluarkan, ndak isa masuk. Nanti kalau [suhu] dites lebih dari 38C, saya suruh pulang. Kalau nggak pakai masker saya suruh beli masker dulu," jelas Dwi.
"Harus turut peraturan di wilayah sini, kita juga menaati peraturan supaya kita bisa memutus rantai penyebaran," imbuhnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjelaskan pembatasan semestinya tidak hanya diberlakukan oleh Kota Semarang saja, namun juga daerah tetangga, terutama Demak dan Kendal yang berbatasan langsung dengan Semarang.