Kejaksaan: Efek Kebiri Kimia atas Aris Sang Pedofil Maksimal Dua Tahun

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Sunarta (kiri), di Surabaya, Selasa, 27 Agustus 2019 saat menjelaskan soal hukuman kebiri kimia kepada para wartawan.
Sumber :
  • VIVAnews/Nur Faishal

VIVA – Putusan hukuman kebiri kimia atas M Aris (20 tahun), terpidana perkara pencabulan dengan korban sembilan anak-anak, di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, menjadi polemik. Kejaksaan Tinggi Jatim masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung terkait itu.

"Kita menunggu petunjuk pimpinan, karena ini yang pertama, SOP-nya seperti apa masih debatable (diperdebatkan); pelaksanaannya seperti apa, apakah sekarang atau nanti di akhir hukuman (penjara), pidana pokoknya selesai dulu baru dikebiri," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Sunarta, di Surabaya, Selasa 27 Agustus 2019.

Pada prinsipnya, katanya, putusan pengadilan harus dieksekusi. Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh pihak terpidana Aris, menurutnya, tidak menghalangi eksekusi untuk perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap. "Kecuali hukuman mati, kalau ada PK, maka eksekusi harus ditunda," ujarnya.

Dia menjelaskan, putusan tambahan kebiri kimia yang diterima terpidana pedofil itu adalah putusan majelis hakim, selain hukuman pokok 12 tahun penjara plus denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa menuntut Aris dengan hukuman penjara 17 tahun tanpa hukuman tambahan kebiri. "Itu pun eksekusi kebirinya hanya (berdampak) maksimal dua tahun, tidak seumur hidup," katanya.

Kejaksaan Negeri Mojokerto kebingungan mencari rumah sakit yang bersedia diajak kerja sama melaksanakan putusan tambahan kebiri kimia terhadap Aris, terpidana pencabulan terhadap sembilan anak yang dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan, plus hukuman tambahan kebiri kimia.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Richard Marpaung, mengatakan sampai kini belum ada satu rumah sakit pun yang bersedia digandeng untuk mengeksekusi kebiri kimia atas terpidana Aris. "Rumah sakit di Mojokerto enggak berani, katanya tidak ada fasilitasnya," katanya dikonfirmasi VIVAnews pada Minggu, 25 Agustus 2019. (ren)