Almarhum Dokter Miftah Gigih Tangani Corona agar Pasien Tak Di-bully

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo
Sumber :
  • Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo

VIVA – Dokter RSU Soetomo yang juga menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Penyakit Dalam di FKM Universitas Airlangga Surabaya, Miftah Fawzy Sarengat, meninggal dunia setelah positif terpapar Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pada Rabu, 10 Juni 2020. Di mata rekan-rekannya, ia merupakan figur dokter pekerja keras dan gigih menangani pasien corona.

"Kami merasa kehilangan sekali, karena Dokter Miftah merupakan dokter yang rajin, pekerja keras, calon dokter terbaik kami. Karena saat ini Almarhum masih menempuh pendidikan spesialis," kata Dekan FK Unair, Soetojo, saat memimpin pelepasan jenazah Dokter Miftah di kampusnya pada Rabu siang.

Juru bicara RS Soetomo Surabaya, Pesta Parulian, menuturkan, di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jatim itu Miftah bertugas di Instalasi Gawat Darurat. Ia menduga, Miftah kelelahan karena pasien di RSU Soetomo memang membludak, terutama di IGD, hingga kemudian demam karena terpapar corona dan meninggal pada Rabu.

Kendati pasien banyak, para tenaga medis di RSU Soetomo, termasuk Miftah, menangani para pasien satu per satu dengan teliti. "Kami harus menanganinya satu-satu, karena kalau kami salah mengatakan itu Covid, nanti di-bully. Padahal, perlu waktu melakukan suatu diagnosis, mulai dari anamnesa sampai ke pemeriksaan penunjang," ujarnya.

Ia mengingatkan kejadian ratusan pengojek online yang menggeruduk Kamar Mayat RSU Soetomo pada Minggu, 7 Juni 2020, karena menolak jenazah rekannya sesama ojol, DAW, diproses dengan protokol Covid-19 dengan alasan meninggal karena kecelakaan. Padahal, waktu itu dokter melakukan tes swab-PCR dan hasilnya belum keluar. Setelah dimakamkan keluarga, diketahui hasil swab-nya positif corona.

"Karena itu kami harap masyarakat bersabar, tidak ada yang dibohong-bohongin. Saya juga tidak sepakat jika dibilang, 'Kok tiba-tiba keluar hasilnya positif, yang ojol (kasus pengojek online) itu'. Jadi, dalam pemeriksaan itu kita ada skoring pelapisan. Nah, dalam skoring pelapisan Covid itu ada beberapa hal yang kita urut," ujar Pesta. 

Dokter, katanya, dalam menegaskan satu diagnosis tidak serta-merta. "Ada satu skema namanya anamnesa, yaitu tanya-jawab terkait gangguan kesehatan sampai betul-betul rinci. Ketika skor pelapisan di atas dua puluh dan itu cukup kuat untuk ditelaah karena dugaan Covid-19, maka kita lakukan rapid test, yang hasilnya bisa reaktif atau nonreaktif," ujar Pesta. 

Serangkaian pemeriksaan medis itu memiliki sensivitas masing-masing antara satu pasien dengan pasien lainnya. Untuk mendiagnosa, dokter tidak seratus persen mendewakan satu metode. "Seperti sekarang kita mendewakan swab. Swab is not everything. Masih ada tes-tes lain. Misalnya, hasil tes swab-nya negatif, tetapi hasil CT-scan thorax-nya banyak bercak-bercaknya yang putih (di paru-paru pasien)," kata Pesta. 

Nah, dengan proses yang panjang dan lama untuk menemukan keakuratan diagnosa itu, Pesta berharap agar masyarakat bisa memahami cara dokter dan tenaga medis mendiagnosa pasien terpapar corona atau tidak. "Kita dalam menegakkan diagnosa tentunya memiliki suatu truth. Harapan kami kepada masyarakat, tetaplah hidup dengan aturan yang sudah ditetapkan, pola hidup sehat dan bersih," katanya.