Lagi, WNI yang Jadi ABK di Kapal Berbendera China Meninggal Dunia

Petugas gabungan mengevakuasi jenazah ABK kapal ikan berbendera China yang berkewarganegaraan Indonesia di Dermaga Lanal Batam, Kepulauan Riau, Rabu (8/7/2020). (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M N Kanwa

VIVA – Seorang warga negara Indonesia yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal berbendera China kembali pulang tanpa nyawa. Jasad korban sampai saat ini masih tertahan di salah satu rumah sakit di Srilanka.

Baca Juga: Polisi Cokok Supervisor Kapal China Berisi Jasad ABK WNI dalam Freezer

Data yang dihimpun menyebutkan, korban diketahui bernama Sabarudin, ABK Kapal Han Rong Nomor 359. Pria malang tersebut adalah warga Buton, Sulawesi Tenggara.

Reinhard, kuasa hukum yang dipercaya oleh pihak keluarga menuturkan, menurut keterangan saksi yang merupakan rekan kerja di kapal tersebut, Sabarudin meninggal diduga karena keracunan air minum.

“Jadi dia (korban) itu kalau menurut keterangan saksi sesama ABK, dia meninggal diduga keracunan air. Karena air yang dikonsumsi adalah air laut yang disuling dan diduga tidak steril,” katanya saat ditemui di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Master di Depok Jawa Barat pada Jumat 17 Juli 2020.

Reinhard menyebut, korbannya bukan Cuma Sabarudin. Ia pun meyakini, air yang dikonsumsi sebagai penyebab kematiannya.  

“Mungkin penyulingannya kurang bagus, sehingga menimbulkan luka dalam. Sebetulnya korbannya enggak cuma satu, tapi ada beberapa dan ada satu klien kami yang jasadnya masih tertahan di RS di Srilanka,” jelasnya.

Lebih lanjut Reinhard mengungkapkan, tuntutan keluarga ialah meminta agar jenazah Sabarudin segera dipulangkan ke Tanah Air untuk di makamkan. “Kami kuasa hukum minta waktu maksimal satu Minggu sudah tiba di Indonesia,” ujarnya.

Sabarudin, pria berusia 20 itu sudah dua tahun bekerja sebagai ABK di kapal berbendera China. Ia bertugas sebagai penangkap ikan. Menurut keterangan yang didapat tim kuasa hukum, korban diketahui meninggal dunia pada 11 Juli 2020.

“Keluarga tahu dikabari sama temannya via video call messenger yang ada di rumah sakit, waktu itu kondisinya kritis. Tidak lama kemudian KBRI menindaklanjuti dan keluarga dikabari sudah dipindahkan, sehari berikutnya dikabari KBRI sudah meninggal dunia,” beber Reinhard.

Tim kuasa hukum tidak percaya sepenuhnya jika korban tewas akibat keracunan air minum. “Kita harus lihat hasil otopsi juga. KBRI juga sudah meminta data-data untuk otopsi dan pengiriman jenazah tapi sampai sekarang kita belum dapat,” tuturnya.

Selain itu, kuasa hukum curiga lantaran salah seorang saksi yang merupakan rekan kerja korban mengaku ada perbudakan di kapal tersebut.

“Kita sudah menindaklanjuti ke saksi, bahwa saksi satu kapal itu dari mereka ada perbudakan di kapal itu, dalam arti dalam hal makan, tidak mendapatkan hal yang layak. Contohnya, menurut saksi, diberikan mie basi, makanan-makanan sisa.”

Saat ini, pihak kuasa hukum akan menunggu selama satu minggu untuk informasi lebih lanjut. (ren)