Marak Kerumunan saat Pendaftaran Pilkada, Jokowi: Tidak Bisa Dibiarkan

Presiden Joko Widodo mengenakan face shield atau pelindung wajah untuk pencegahan penularan virus corona saat meninjau Pasar Pelayanan Publik di Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis sore, 25 Juni 2020.
Sumber :
  • Biro Pers Istana

VIVA – Presiden Joko Widodo menegaskan, selama pelaksanaan Pilkada 2020 tak boleh ada kerumunan massa. Menurut Jokowi, penyelenggara pemilu termasuk aparat perlu menindak tegas jika ada pasangan calon atau simpatisan yang melanggar disiplin protokol kesehatan.

Demikian disampaikan Jokowi saat rapat terbatas mengenai persiapan pilkada serentak 2020 di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

"Penerapan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan pilkada harus dilakukan, harus ditegakkan dan tidak ada tawar-menawar," kata Jokowi, Selasa 8 September 2020.

Baca Juga: 51 Calon Kepala Daerah Bikin Kerumunan, Mendagri Sudah Sering Ingatkan

Jokowi juga sudah mendapat laporan masih ada pasangan calon yang mengundang kerumunan massa sebelum masa pendaftaran. Bahkan, kata Presiden, ada yang menggelar konser dengan mengundang banyak pendukung.

"Masih banyak pelanggaran protokol (kesehatan) yang dilakukan bakal pasangan calon," ujar Kepala Negara.

Presiden menegaskan, kerumunan massa ini tak bisa dibiarkan di tengah pandemi seperti sekarang.

"Misalnya masih ada deklarasi bakal pasangan calon pilkada yang menggelar konser dan dihadiri ribuan mengundang kerumunan, menghadirkan massa, hal seperti ini saya kira harus menjadi perhatian kita. Dan situasi tidak bisa dibiarkan, sekali lagi tidak bisa dibiarkan," tuturnya.

Menurut Jokowi, penyelenggaraan tahapan pilkada mesti tetap dilakukan. Presiden hanya mengingatkan berbagai syarat.

"Bahwa keselamatan masyarakat, kesehatan masyarakat adalah segala-galanya," kata Jokowi.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merilis surat teguran yang dilayangkan kepada sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah terkait Pilkada 2020.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benni Irwan, menyampaikan, hingga Senin, 7 September 2020, sudah ada 51 kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mendapatkan teguran dari Kemendagri. 

"Bentuk pelanggaran yang dilakukan kepala daerah dan wakil kepala daerah bermacam-macam, mulai dari melanggar kode etik, pelanggaran pembagian Bansos," kata Benni.

Dia menjelaskan, pelanggaran itu antara lain seperti memunculkan kerumunan massa tanpa memperhatikan protokol kesehatan. Pun, selain itu, ada pelanggaran lantaran memunculkan arak-arakan massa.

"Saat melakukan deklarasi bakal pasangan calon kepala daerah, dan pelanggaran menimbulkan arak-arakan massa, baik dengan berjalan kali maupun menggunakan kendaraan pada saat kegiatan pendaftaran bakal pasangan calon," tuturnya. (art)