Pakar ITS: Frekuensi Gempa di Jatim Lima Bulan Terakhir Sangat Tinggi

(Ilustrasi) Petugas BMKG di pusat pemantauan gempa bumi.
Sumber :
  • M Nadlir

VIVA – Pakar geologi pada Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Amien Widodo menjelaskan bahwa pemodelan potensi gempa besar dan tsunami di Jawa Timur oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merupakan langkah tepat untuk mitigasi bencana.

Amien mengatakan itu menyusul kehebohan yang dipicu informasi potensi gempa dan tsunami besar di Jawa Timur sebagaimana dirilis BMKG pada akhir Mei 2021.

BMKG memang mengumumkan hasil pemodelan matematis guna memprediksi gempa dan tsunami terkuat dan terbesar yang mungkin menerpa Jawa Timur. Hasilnya, gempa yang berpotensi mengguncang Jawa Timur adalah sekuat magnitudo 8,7 dan sangat mungkin diikuti tsunami setinggi maksimal 29 meter.

Karena daerah Jawa Timur terbentuk akibat tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia, menurut Amien Widodo, wajib untuk meneliti bab kegempaan di Jawa Timur. Sebab, BMKG bukan tanpa alasan menyebutkan skenario terburuk yang mungkin menimpa.

Pemodelan itu, katanya, merupakan skenario terburuk yang harus disampaikan kepada publik. “Karena dalam lima bulan terakhir diketahui frekuensi gempa yang terjadi di Jawa Timur sangat tinggi. Tingginya intensitas terjadinya gempa ini patut dicurigai, belajar dari gempa besar Yogyakarta pada 27 Mei 2005,” katanya dalam keterangan tertulis diterima wartawan, dikutip VIVA pada Jumat, 4 Juni 2021.

Dosen Departemen Teknik Geofisika itu menambahkan, salah satu yang menjadi pertanda sebelum gempa Yogyakarta terjadi adalah terekam aktivitas kegempaan yang makin sering. Ketika itu, frekuensi gempa naik, tetapi tidak lebih dari 50 gempa setiap bulan. Sementara itu, pada lima bulan terakhir ini gempa yang terekam selalu lebih dari 500 kejadian per bulan.

Frekuensi gempa di Yogyakarta pada 2005 dan gempa di Jawa Timur dalam lima bulan terakhir, dia menekankan, cukup jelas perbedaannya. Maka sudah sepatutnya masyarakat dan pemerintah menjadi lebih waspada.

“Terlebih lagi, tumbukan lempeng yang menyusun Jawa Timur ini panjangnya sekitar 250 sampai 300 kilometer. Hal itu menunjukkan gempa sangat mungkin terjadi di berbagai titik, di wilayah yang ada di sekitar zona subduksi, yakni zona tempat terjadinya tumbukan itu,” ujarnya.