Mengapa Biaya Berperkara di MK 'Selangit'

Mahfud MD & Maria Farida di Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi (MK) bertemu Komisi Hukum DPR membahas perkara sejumlah hukum yang tengah berkembang. Dalam pertemuan di Gedung MK itu sebagian besar anggota Komisi Hukum menanyakan isu suap hakim MK yang dilontarkan praktisi hukum tata negara Refly Harun.

Anggota dari Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat, bertanya tentang mahalnya biaya berperkara di MK. Ini terlihat dari banyaknya calon peserta pilkada yang menyisihkan hingga 10 persen dari dana kampanye untuk biaya sengketa kasus pilkada di MK.

Didampingi delapan hakim konstitusi lainnya, Ketua MK Mahfud MD mengatakan, mahalnya biaya berperkara di MK umumnya akibat biaya operasional yang membengkak.

Mahfud mencontohkan sengketa pilkada Papua, yang membutuhkan biaya transportasi cukup mahal untuk bolak-balik Papua-Jakarta. Lalu sengketa pilkada Jambi, di mana pihak bersengketa membawa banyak saksi ke Jakarta dan diinapkan di hotel selama sidang.

"Sebenarnya sudah disediakan video conference di Jambi, tapi mereka yang tidak mau. Jadi biaya yang mahal karena saksi berbondong-bondong datang ke Jakarta, pakai pesawat, dan nginap di hotel," kata Mahfud, Kamis, 9 Desember 2010.

Mahfud menepis tudingan bahwa mahalnya berperkara di MK akibat membayar suap hakim MK. "Seperti dalam tulisan Refly, kalau berperkara di MK habis biaya Rp10 sampai 12 miliar," ujarnya. "Padahal, MK tidak pernah membatalkan hasil pilkada karena money politics."