N7W Jelaskan Pencoretan RI jadi Tuan Rumah

Kunjungan Jusuf Kalla ke Pulau Komodo
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVAnews - Yayasan New7Wonder menjawab persoalan pencoretan Indonesia sebagai tuan rumah pelaksanaan pengumuman keajaiban dunia. Selain itu, N7W juga membantah mengenai permintaan uang US$45 juta terkait acara tersebut.

Direktur N7W, Jean Paul de La Fuente, menjelaskan sebenarnya pencoretan Indonesia sebagai tuan rumah malam pengumuman pemenang 7 keajaiban dunia adalah proses yang cukup berat. Jean Paul menjelaskan, pencoretan itu terpaksa dilakukan karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan ketentuan yang sudah diatur oleh N7W utnuk mempromosikan dan mengkampanyekan komodo.

"Pemerintah tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip dan tidak menghormati ketentuan yang diberikan N7W," kata Jean Paul dalam telekonferensi via Skype dengan para jurnalis Indonesia di Aula Kantor Pusat PMI, Jumat 4 November 2011.

Jean Paul menjelaskan, saat itu pemerintah Indonesia dan N7W sudah menandatangani kontrak untuk menjadi tuan rumah. Pemerintah Indonesia, jelas Jean Paul, pun sudah menyerahkan surat-surat yang menyatakan apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mendukung itu termasuk mengenai anggaran.

"Setelah itu diterima, dan Indonesia sudah ditunjuk menjadi host, ternyata Indonesia tidak deliver. Maka kami tidak dapat lagi mendukung itu. Buat kami, ketika anda mengatakan inilah yang akan kalian lakukan dan kami percayai itu, itulah komitmen yang terjadi. Tapi ini tidak. Itu suatu wanprestasi," ujarnya.

Menurut Jean Paul, akibatnya, yayasan N7W tidak dapat lagi percaya pada kementerian yang saat itu menangani perhelatan pengumuman 7 keajaiban dunia. "Kami tidak dapat percaya lagi pada satu kementerian yang sudah berjanji secara tertulis untuk melakukan sesuatu tapi mereka mengingkarinya. Jadi kami harus putuskan hubungan karena kami tidak lagi percaya dengan kementerian seperti itu," ujarnya.

Minta Dana

Jean Paul pun membantah adanya isu yayasan N7W meminta US45 juta kepada pemerintah Indonesia untuk menggelar acara tersebut. Menurutnya, Yayasan N7W hanya menjelaskan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dalam menggelar acara tersebut.

"Yang terjadi adalah kami terangkan biaya-biaya untuk pelaksanaan malam deklarasi itu. Kami juga jelaskan keuntungan Indonesia dari promosi yang terjadi karena host itu sekitar US$1 miliar. Jadi itu adalah salah. Kami tidak pernah meminta US$45 juta," ujarnya.

Jean Paul menjelaskan, yang terjadi adalah konsorsium swasta yang ditunjuk Yayasan N7W saat itu melaporkan pemerintah mengenai lisensi pelaksanaan acara tersebut. Yang angkanya berkisar US$7-10 juta.

"Sebenarnya kalau konsorsium swasta itu mampu, angka ini pasti sangat gampang didapatkan swasta melalui sponsor dan tidak perlu memakai uang pemerintah. Dan angka itu sudah diketahui pemerintah berbulan-bulan, selama 10 bulan, sebelum kami menunjuk konsorsium. Dan sebelum mereka nyatakan secara tertulis keinginan mereka untuk Indonesia menjad host. Jadi informasi yang keluar diputarbalikkan," jelasnya. (ren)