AUDIO: Adang Putar Rekaman Penyidik KPK

Adang Daradjatun Gelar Jumpa Pers di Kediamannya
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVAnews - Sebagai suami Nunun Nurbaetie dan juga mantan Wakil Kapolri, Adang Daradjatun memaparkan bukti-bukti  untuk membela istrinya, yang menjadi tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Salah satunya, Adang memiliki rekaman perbincangan dengan empat orang penyidik KPK.

"Empat orang penyidik datang pada 30 Desember 2010. Inisialnya, RS, N, R, dan I," kata Adang dalam keterangan pers itu yang digelar di kediamannya, Jalan Cipete Raya Nomor 39C, Jakarta Selatan, Senin 12 Desember 2011.

Menurut Adang, rekaman itu dilakukan secara terbuka. Tidak sembunyi-sembunyi. Rekaman diletakkan di atas meja dan diketahui empat penyidik yang datang ke rumah Adang.

Dalam rekaman berdurasi sekitar 5 menit itu hanya terdengar satu suara penyidik. Sementara, Adang tidak mengeluarkan pernyataan. Adang hanya sering terdengar bergumam. Mengapa rekaman ini begitu penting bagi Adang? Karena, penyidik itu menyebut Nunun tidak punya motif untuk beri suap.

"Peran Ibu hanya sebagai kurir, tukang pos," kata Adang mengutip. Lalu siapa yang punya motif? "Kalau rekaman ini bisa menambah bukti keterlibatan Miranda Goeltom, saya sangat menghormati KPK," kata Adang.

Berikut isi rekaman suara penyidik:

Siapa yang memberi siapa yang menerima, penerima itu pasti terkait yang menerima. Dalam hal ini seperti anggota DPR yang menerima kan jelas. Ya seperti istilah lama, itu tidak ada makan siang yang gratis. Kami mencoba untuk kira-kira dalam hal apa anggota 26 DPR itu menerima uang itu, dalam konteks apa.

Konteks sementara yang bisa kami pahami dalam proses pemilihan ibu Miranda Goeltom. Sehingga, dalam konteks ini dalam pembuktian pidana, motifnya apa. Motifnya berarti dia menerima uang dalam konteks pemilihan Miranda Goeltom sebagai Dewan Gubernur.

Sekarang si pemberinya siapa. Kita pembicara si pemberi, sementara ini mentoknya di Ibu (Nunun). Ditambah lagi ada bukti bahwa ibu juga dapat Rp1 miliar. Tapi insting kami sebagai penyidik, kalaulah istilahnya Ibu (Nunun) punya motif, kalau memang dia punya motif, kenapa musti dapat fee.

Logika berpikir kami yang bodoh. kalau Ibu yang punya motif, motif memberikan uang kepada anggota Dewan, kenapa musti dapat fee? Kalau dia yang punya, dia mendapatkan manfaat dengan dipilihnya Miranda Goeltom sebagai Dewan Gubernur harusnya dia (Nunun) tidak perlu dapat fee. Kalau dia punya motif.

Kami punya pandangan bahwa, sementara, ini hipotesa ini bukan Ibu (Nunun) yang punya motif. Yang punya keinginan, yang mendapatkan keuntungan itu bukan Ibu.

Siapa? Ada pertanyaan begitu? Siapa yang dapatkan kepentingan? Hingga sekarang yang bisa kami sampaikan, kami berhipotesa yang mendapat keuntungan adalah orang yang dipilih oleh anggota DPR itu sendiri, siapa itu, Ibu Miranda Goeltom (suara pelan).

Kami berpandangan bahwa posisi Ibu penting sekali, krusial sekali posisi Ibu. Pertama, untuk memperjelas posisi beliau, bawah beliau posisinya sama seperti Arie Malangjudo, hanya meneruskan. Jadi seperti itu.

Kedua adalah kalau memang posisi beliau sebagai penerus, atau tukang pos, itu siapa yg menyuruh beliau ini. Seperti itu. Sehingga sampai kemarin mendengar bahwa, kalau di KUHP itu ada bila seseorang menyuruh itu tinggal bagaimana posisi yang menyuruh dan disuruh. Yang disuruh ini siapa. Yang menyuruh ini siapa. Mohon maaf waktu kami mendengar dari Pak Dokter, kata Pak Dokter sebenarnya itu bisa didengar keterangan yang penting tidak dalam keadaan tertekan atau stres.

Pemahaman pemberian keterangan bagi kami itu, bapak juga paham, itu banyak. Kalau masalah tempat, tinggal bagaimana kesepakatan yang penting ada nilai hukum Indonesia. Makanya hari ini pagi ini kami ke Bapak.

Miranda sendiri hingga kini belum bisa dikonfirmasi. Tetapi, Miranda sudah berkali-kali membantah terlibat dalam kasus ini. "Saya tidak pernah menjanjikan memberi uang atau menjanjikan apapun kepada siapapun sebelum atau setelah pemilihan," kata Miranda usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 26 Oktober 2010.